Rindu (Sebuah Cerpen)

 

Rindu

oleh Yulia Sutjahjono

(Courtesy Pinterest)

Hari itu adalah hari yang panas di bulan Ramadhan. Aku sedang berjalan ketika tiba-tiba mataku tertuju pada satu pemandangan yang mungkin biasa dilihat oleh semua mata manusia dimuka bumi ini, namun ini berbeda untukku. Kala itu aku sedang dalam perjalanan pulang dari kampus menuju kediamanku. Sambil mengotak-atik handphone-ku, aku seakan terpesona dibuatnya. Dimataku, ini lebih dari sekadar nyata, dan ini lebih indah.

Awalnya aku mencoba mengabaikannya, namun pemandangan itu seakan menginginkan aku mengarahkan kaki kanan dan kiriku untuk menghampirinya. Nafsuku akan handphone dan bermalasan-malasan dengannya pun ku sudahi, dan aku memutuskan untuk mengajak kedua kaki ku ke arah pemandangan yang ku sebutkan indah dan berbeda tadi.

Pemandangan itu adalah sesuatu yang suci, sesuatu yang bisa membuat semua manusia hanya dalam sekejab mengingat akan kebesaran Allah SWT, dan dalam sekejab pula mengingat akan seseorang yang mungkin selama beberapa menit mereka lupakan. Ditepi jalan yang ramai itu, ada seorang Ibu hamil tua yang kesakitan karena akan segera melahirkan. Semua orang disekilingnya pun menghampirinya, dan membantu mengangkatnya ke sebuah toko berinisial ‘CC’ dan Ibu tersebut memutuskan untuk mengeluarkan janinnya di dalam toko tersebut karena sudah tidak bisa menahan lagi rasa sakitnya. Beruntunglah banyak orang yang siap sedia membantu Ibu itu.

Setelah belasan menit menegangkan, akhirnya si Ibu hamil tadi melahirkan bayi sehat berjenis kelamin perempuan. Ia sungguh cantik, secantik Ibunya, dan tentunya sehat. Aku yang hanya mengintip dari luar jendela toko melihat semua orang bersorak-sorai, bahagia, bahkan ada juga yang mengeluarkan air mata. Peristiwa menegangkan itu mungkin yang pertama kalinya terjadi disini, karena setiap harinya semua manusia Allah disini begitu privasi dan jarang bersosialisasi antara satu sama lain. Namun, si Ibu bahagia tadi membuat suasana menjadi akrab dan lebih hangat juga harmonis. Itu semua berkat makhluk Allah yang telah dilahirkan ditengah-tengah keegoisan dan sifat individualitas. Anak itu sungguh menjadi berkah. Dari kejauhan pun aku berdoa agar anak itu kelak menjadi makhluk yang berguna bagi banyak orang, bisa membanggakan orang tuanya, negaranya, dan agamanya. Semoga ia menjadi pembawa keberkahan serta kehangatan bagi sekelilingnya.

Setelah segala ketegangan itu terjadi, si Ibu melahirkan dan bayi cantiknya tadi akhirnya dibawa ke Rumah Sakit terdekat untuk diberi perawatan. Semua orang kembali melakukan aktivitas mereka yang sempat tertunda. Aku pun kembali meneruskan perjalananku. Setelah melihat peristiwa tersebut, aku langsung teringat pada seseorang. Seorang perempuan perkasa yang telah melahirkan dan membesarkanku dengan rasa cinta dan kasih sayang yang begitu luar biasa besarnya. Ibu. Ya, Aku teringat Ibu. Aku rindu padanya. Sangat merindukannya. Ditengah langkahku menuju jalan pulang, aku terus mengingatnya dan sedikit demi sedikit air mataku keluar.

Sambil mengenang Ibuku, aku baru tersadar kalau waktu itu di jam tanganku sudah menunjukkan pukul 19.30 malam, namun matahari masih setia menerangi bagian bumi yang kupijakkan itu. Sesampainya dikediamanku yang sederhana, aku melepaskan rasa lelahku sejenak di atas sofa yang tak seberapa empuknya, namun nyaman untuk disinggahi. Kemudian ku nyalakan televisi bewarna berukuran empat belas inci disudut ruang tamuku.

Ketika aku sedang memindahkan saluran televisi, pada saat itu aku berhenti pada salah satu kabar terkini yang tidak lain adalah berita Ibu melahirkan yang ku saksikan di pinggir jalan tadi. Aku pun teringat kembali akan Ibuku yang berada nun jauh disana. Didalam hatiku berkata, wahai Ibu, Aku rindu padamu. Disini aku menuntut ilmu sampai tinggi. Doakan anakmu agar kelak bermanfaat bagi semua orang. Ditengah-tengah rasa rindu dan air mataku, pesan masuk datang menghampiri handphone ku. Alhamdulillah, itu pesan dari Ibu. Beliau menulis pesan, “Apa kabarnya anak Ibu yang Ibu banggakan satu ini? Bagaimana Puasa tahun pertama di Paris? Menyenangkan kah? Maaf Ibu belum bisa meneleponmu karena belum ada pulsa untuk telepon Interlokal. Oh ya, sudahkah kamu merencanakan liburan ke Indonesia sayang? Ibu, Ayah dan Kakak-kakak sangat merindukanmu. Hati-hati dan jaga diri ya.”

Seketika air mataku tumpah ribuan kubik ketika membaca pesan dari Ibu. Seakan rasa rinduku terdengar olehnya dari kejauhan, apalagi kami di berbeda benua. Kemudian ku balasnya pesan itu seketika. “Alhamdulillah aku baik disini Ibuku, cintaku. Ramadhan tahun ini dilalui tepat di musim panas, jadi buka puasa lebih lama karena matahari baru tenggelam jam 9 malam. Subhanallah. Doakan ya, Bu, InsyaAllah jika Allah SWT mengizinkan, libur musim dingin mendatang Aku pulang ke Jakarta. Aku rindu kalian, aku sayang kalian.”

 

 

Comments

Popular posts from this blog

Kumpulan Cerita Bersambung : DOUBLE YU - SEASON 1 (karya Yulia Sutjahjono)

"Langkah-Langkah Menjadi Volunteer (Relawan)" Part 2

Langkah-Langkah Menjadi Volunteer (Relawan) Part 1