"Langkah-Langkah Menjadi Volunteer (Relawan)" Part 2
Haloo semuaaa! Terimakasih yaa buat kalian yang udah baca Part 1. Belum baca? Yaudah langsung klik disini aja buat lebih lengkapnya. So, langsung aja cusss yuuk ke Part 2 nya. Di bagian ini gue akan berbagi cerita dan pengalaman gue berdasarkan nomor 1 sampai 10 yang ada di bagian sebelumnya.
1. Passion
: Gue dan Passion Gue
Kalo ditanya passion atau bahasa Indonesia KBBI nya
renjana, hmm sebenernya rumit untuk dijabarkan. Selain passion di bahasa, gue
juga tertarik banget sama yang namanya seni, kebudayaan, dan media (terutama
film). Politik dan dunia anak-anak juga cukup tertarik walau nggak sebesar seni
dan bahasa. Selain atas nama passion, tujuan gue jadi relawan adalah karena emang
dari kecil pengen banget keluar negeri. Kesannya emang “ah semua orang juga
pengen keluar negeri”. Tapi memang dari kecil pengen merasakan gimana sih
tinggal di negara yang beda budaya sama budaya gue, budaya Indonesia. Gimana
pula rasanya berkomunikasi dengan orang lokal, bagaimana caranya jadi orang
yang lebih open-minded melalui rasa toleransi dengan orang lain. Trus juga
karena dari kecil udah passion sama yang namanya bahasa asing, misalnya bahasa
Inggris, jadi gue mikir, kayaknya sia-sia deh gue belajar bahasa Inggris dari
kecil apalagi kuliah juga bahasa Prancis, kalo nggak bisa sampe luar negeri. Jadi,
dari situ ide untuk jadi relawan muncul.
2. Cari
Informasi : Berteman dengan Google
Tujuan gue lainnya kenapa mau jadi volunteer adalah
karena sebenernya mau ngincer beasiswa LPDP. Di salah satu persyaratan LPDP kalau nggak
salah adalah pernah ikutserta dalam kegiatan social atau semacam kerelawanan.
Nah, dari situ gue tergerak dan termotivasi buat cari-cari informasi seputar
volunteer. Sempet ikut kegiatan yang diadain sama organisasi bernama Great
Indonesia sih, mereka juga bergerak di bidang kerelawanan. Tapi karena setelah
itu disibukkan sama skripsi, akhirnya lost contact sama staf-staf nya, akhirnya
yaudah. Gue juga nggak berhenti mencari mana organisasi atau penyelenggara yang
mengadakan kegiatan kerelawanan dan semacamnya. Sampai pada akhirnya gue putus
asa.
3. Memutuskan
: Jadi Member Dejavato Foundation
Beberapa bulan bergulat dengan Google hampir tiap hari, cari informasi keluar negeri mana yang
sekiranya mudah dijangkau, yang sekiranya nggak cuma sesuai dengan basic pendidikan tapi juga passion gue. Saat benar-benar putus asa,
ternyata masih ada harapan buat gue. Suatu saat, waktu bantu-bantu dosen bikin
seminar di kampus, dosen pembimbing skripsi gue yang namanya Pak Syaifudin atau
akrabnya di kampus dengan sebutan Monsieur Udonk, beliau ngenalin gue sama
direktur Dejavato Foundation, Mas Ketut. Kalo nggak salah mereka memang udah
kenal dari lama karena kebetulan dua-duanya juga almamater kampus gue,
Universitas Negeri Semarang (Unnes). Abis itu ngobrol-ngobrol dan gue curhat ke
Mas Ketut kalo gue udah berniat banget ke luar negeri, tapi nggak tahu gimana
caranya. Barulah disitu Mas Ketut jabarin beberapa program-program terdekatnya
Dejavato kala itu. Nah dari situ deh gue memutuskan untuk jadi membernya
Dejavato dengan tujuan supaya dapet informasi seputar Dejavato lebih gampang
dan intensif.
4. Dipilih-dipilih
: 1 diantara 10
Ya, jadi gue nggak ujuk-ujuk ke Jerman guys. Ada proses panjang yang gue lalui
salah satunya jadi relawan di Vietnam. Nah kenapa pilih Vietnam? Alasan
mendasar adalah karena Vietnam adalah salah satu negara yang mengajarkan bahasa
Prancis di sekolah-sekolah terutama sejak masih usia SD. Jadi, saat itu gue
yang basic nya dari Pendidikan Bahasa
Prancis cukup “klik” lah dengan program yang ditawarkan Dejavato ke Vietnam
kala itu. Alasan kedua juga karena ijin orang tua. Meskipun banyak pilihan
negara yang ditawarkan Dejavato (contohnya ke Taiwan, Phillipine, Nepal,
Maroko, Brazil, dan masih banyak lagi), tapi ketika gue kasih tahu ke Nyokap Bokap
gue, dan mereka mendengar salah satu negaranya adalah Vietnam, mereka hanya
memberikan jawaban “Yaudah Vietnam aja dulu yang masih Asia Tenggara”. Mau
kesempatan itu datangnya bisa sampe Uruguay atau Pulau Bora-Bora, kalo orang
tua bilangnya “Vietnam aja dulu yang deket”, hmmm gue mau bilang apa lagi. Tapi
tentunya gue bersyukur karena meskipun hanya Vietnam, tapi orang tua
merestuinya. Nah dari Vietnam ini lah yang menurut gue membuka jalan gue bisa
sampe ke Jerman.
5. Isi
Formulir : Dokumen Yang Dibutuhkan
Untuk dokumen, beberapa persyaratan dari Dejavato
yang harus dilampirkan calon relawan adalah mengisi formulir aplikasi, CV dalam
bahasa Inggris, Motivation Letter juga dalam bahasa Inggris, Paspor, formulir
ijin orang tua, surat keterangan dari keluarga tidak serumah, dan surat
referensi non-keluarga. Cukup mudah, kan? Waktu itu bahasa Inggris gue sangat
pas-pasan mengingat selama belajar bahasa Prancis, bahasa Inggris gue nggak
dilatih. Kalau mau tau, gue udah berkali-kali ditolak Dejavato buat pendaftaran
program-program mereka kayak program ke Spanyol sama Polandia, tapi gue nggak
mau nyerah gitu aja. Yaa, namanya juga usaha, apapun dilakukan demi impian, gue
sampe tanya-tanya sama temen gue dan minta bantuin koreksi CV dan motivation
letter gue udah bener atau belum. Hehehehe.
6. Wawancara
: Phone Interview
Wawancaranya pun juga cukup santai, walau
menegangkan hehehe. Pertanyaan yang dilayangkan Dejavato saat phone
interview (Yap, wawancaranya lewat telepon. Sejauh ini gue belum pernah
diwawancara tatap muka soalnya), beragam. Tapi intinya mereka pengen tahu apa
tujuan gue ikut program itu, kontribusi apa yang akan gue berikan kepada
organisasi di negara tujuan dan apa pula kontribusi gue buat Dejavato setelah
balik ke Indonesia. Trus kira-kira kalau diterima orang tua bakal ijinin atau
nggak. Wawancaranya dalam dua bahasa, bahasa Indonesia dan Inggris. Dan buat
kalian yang merasa “Ah bahasa Inggris gue pas-pasan”, jangan khawatir, Dejavato
butuh yang penting kalian punya basic
bahasa Inggris, nggak harus expert.
Buktinya selama jadi volunteer Dejavato, gue nggak pernah dimintain sertifikat
TOEFL atau IELTS. Beneran! Intinya, yang penting kalo udah punya basic, bisa dikembangin waktu di
lapangan nanti.
7. Pengumuman
: Baca Emailnya Degdegan
Pas pengumuman? Hahaha deg-degan setengah hidup. Waktu
ke Vietnam, gue dapet pengumumannya waktu abis pulang kerja part-time jadi guru
les waktu itu. Seneng banget yang pasti dan nggak sabar mau naik pesawat keluar
border Indonesia hahahaha. Dan waktu pengumuman ke Jerman ini, waaaah, ini
lebih WADIWAW. Cukup lama jarak antara daftar ke pengumumannya, sekitar
sebulanan lebih, tapi terbayarkan ketika kabar gembira itu datang.
Alhamdulillah.
8. Budget
: Anggaran dan Beasiswa
Jadi banyak yang tanya juga, “Yulia di Jerman
ngapain? Dapet beasiswa? Beasiswa volunteer? Maksudnya gimana tuh?”. Ya, jadi
Dejavato Foundation itu merupakan anggota ICYE (coba cek di google lebih
lengkapnya lagi), dan ICYE ini berpusat di Berlin, Jerman. Cabang organisasi
ICYE yang di Jerman namanya ICJA, nah ICJA ini udah lama ngadain program pertukaran
relawan yang bekerja sama dengan Bundesministerium
für Wirtschaftliche Zusammenarbeit und Entwicklung atau bahasa Inggrisnya Federal Ministry for Economic Cooperation
and Development. Yaa, pokoknya gitu. Pokoknya ICJA ini mengajak kerjasama
dengan pemerintah Jerman untuk memfasilitasi relawan dari luar Jerman untuk
bekerja di Jerman sebagai relawan dan semua fasilitas akan ditanggung
pemerintah Jerman, mulai dari makan, tempat tinggal, visa, tiket pesawat,
sampai uang saku. Alhamdulillah gue salah satu diantara relawan tersebut. Di
angkatan gue (Exchange Program 2017-2018), relawan yang datang dari berbagai
penjuru negara di dunia total sekitar ada 70an orang, tapi ternyata setelah
mendapat informasi dari salah satu staf ICJA, bahwa beasiswa tersebut hanya diberikan
kepada 20 orang saja. Asli, gue terharu banget dengernya. Tanpa bermaksud
apapun, gue terharu dan bangga banget karena kesempatan emas itu bener-bener
nyata adanya. Gue merasa beruntung menjadi salah satu diantaranya. Dan 50
sisanya datang ke Jerman dengan full personal budget. Bener-bener bersyukur
banget pokoknya. Tapi nih guys, ada
tapinya. Meskipun gue dapet beasiswa dan segala rupa difasilitasi sama
pemerintah Jerman, ada biaya juga yang harus dikeluarkan. Yaa, namanya juga
relawan, nggak ada yang gratis. Pada dasarnya sih jadi relawan itu memang tidak
dibayar. Cuma memang jumlahnya nggak sebanyak kalau kalian traveling dan atau
lain sebagainya. Seperti waktu di Vietnam dulu, biaya administrasinya €120
untuk jangka waktu 1 bulan. Tapi itu hanya untuk keperluan gue kayak makan dan
tempat tinggal selama di Vietnam aja guys. Untuk tiket pesawat, visa (yap,
karena gue tinggal selama 32 hari akhirnya harus bikin visa meskipun kalau
kalian tahu negara ASEAN bebas visa selama 30 hari, jadi mau nggak mau tetep
bikin hihihi), uang jajan pribadi, dan keperluan lainnya, itu pake uang pribadi.
Jadi kalo ditotal dan dirupiahkan, waktu itu gue habis Rp. 12 juta untuk
semua-muanya selama 1 bulan itu. Menurut gue itu merupakan harga yang masih
terjangkau, apalagi mengingat semua fasilitas sudah terpenuhi selama di
Vietnam, makan terjamin, tempat tinggal juga, project juga oke. Masih berpikir
itu terlalu mahal? Kalau boleh membandingkan sih, 12 juta juga bisa dipake buat
traveling ke Jepang misalnya. Tapi menurut gue 12 juta ke Jepang itu cuma cukup
buat 1 minggu, belum pesawat, hotel, dan lain sebagainya. Apalagi nggak cuma
jadi volunteer, kalian juga bisa jalan-jalan di area tempat project atau malah
keluar kota. Plus, kalian bisa dapet temen baru orang lokal dan bahkan teman
baru sesama relawan yang datang dari penjuru dunia. Nambah pengalaman juga di
tempat project dan masih banyak lagi. Nah kalo yang di Jerman ini, gue cuma
bayar donasi ke project nya aja sebesar €800. Wow mahal. Iyaa mahal emang, tapi
ini buat setahun loh. Hanya sekitaran Rp. 12 juta (kalau kursnya 1 euro 15.000
rupiah). Harga yang sama seperti yang gue bayar ke Vietnam, tapi ini lebih lama
dan lebih jauh (hehehe). Jadi, Alhamdulillah banget bisa dapet kesempatan ini.
Nah, jadi jangan ragu-ragu lagi buat jadi volunteer juga. Karena menurut gue,
harga project nya setiap tahun makin naik loh, guys. Bisa aja gue bayar €120 ke
Vietnam, bisa jadi tahun depan atau tahun-tahun berikutnya jadi €200, €400
bahkan lebih.
9. Persiapan
: Jasmani dan Rohani
Seperti yang udah gue ceritain di Part 1, setelah
resmi diterima dan sebelum berangkat, gue mempersiapkan beberapa hal. Waktu ke
Vietnam, nggak banyak karena mengingat cuma satu bulan, jadi bawa pakaian
seperlunya. Untuk perlengkapan mandi, kebetulan merk yang gue pake kayak sabun
cuci muka sama kayak yang gue pake di Indonesia, jadi bisa dibeli di Vietnam.
Nah, tapi pas di Jerman, karena dirasa untuk beli apa-apa mahal, akhirnya gue
bawa beberapa produk dari Indonesia ke Jerman. Lumayan juga sih bisa menghemat
beberapa Euro untuk beberapa bulan hehehe. Tapi nggak cuma persiapan itu, gue
juga mempersiapkan fisik gue alias secara jasmani. Gue sedikit-sedikit olahraga
kayak jogging atau renang. Tujuannya bukan buat jadi kurus doang yaa, tapi biar
bisa lebih bugar gitu guys. Karena gue nggak pernah ke luar negeri sebelumnya,
jadi nggak ada salahnya olahraga yang cukup biar badan fit. Apalagi waktu
berangkat ke Jerman, datengnya memang pas Summer, tapi Summer di Eropa itu
adalah musim hujannya Indonesia alias sejuk-sejuk dingin. Hehehe. Nggak cuma
jasmani, tapi rohani juga. Gue minta doa restu dari orang tua, semua anggota
keluarga, temen-temen, dan lain sebagainya. Supaya selama perjalanan lancar dan
nggak ada kendala yang berarti.
10. Hanoi,
Vietnam dan Berlin, Jerman.
Di Hanoi, Vietnam, project gue adalah menjadi
asisten pengajar bahasa Prancis di SD Phu Thuoung. Untuk tempat tinggal, gue
tinggal di asrama relawan bersama relawan-relawan lain yang datang dari
berbagai penjuru di dunia. Sedangkan di Berlin, Jerman, gue tinggal di host
family atau keluarga asuh lah bisa dibilang. Dan di Berlin, gue bekerja di
pusat kegiatan anak-anak dan keluarga yang mana bidang yang gue lakukan adalah
seni. Yesss, impian menjadi kenyataan. Alhamdulillah. Sehari-seharinya gue
bantu-bantu pegawainya di kelas keramik, kelas melukis, sampai kelas tari
flamenco. Kadang-kadang juga bantu-bantu di dapur. Hmm, pokoknya menyenangkan
banget!
Jadi,
intinya jadi volunteer tuh ada plus minusnya, guys. Dan untuk dicatat juga yaa, bahwa program beasiswa seperti
gue ini hanya ada setahun sekali, dan perwakilan dari Indonesia pun hanya 2
orang tiap tahunnya, jadi jangan jauh-jauh berpikir “Mau ah kayak Yulia”, bahwa
proses yang gue laluin pun cukup panjang. Kalau memang mau demikian, kalian
mungkin bisa mengikuti jejak gue dari awal banget yang ke Vietnam atau negara
mana aja deh yang kalian suka atau pengen sebagai awalannya. Tapi inget yaa,
jalan orang itu berbeda-beda. Jadi, meskipun kalian berencana ingin seperti
gue, pasti caranya beda-beda, serupa tapi tak sama. Yaa, pokoknya gitu. Hehehe.
Dicatat
juga nih, jangan pelit budget. Kalian bisa menghabiskan uang buat belanja baju,
buat nonton konser, beli album idola kalian, atau lainnya, tapi masa kalian
nggak mau mengorbankan uang kalian buat yang lebih penting dan bermanfaat? Apalagi
ini aset buat masa depan kalian.
Gue
pun nggak bisa janjiin apa-apa apakah setelah menulis blog ini kalian bisa
langsung ke Jerman kayak gue atau dapet beasiswa volunteer semacam ini, atau
nggak. Semua kembali ke kalian masing-masing. Intinya, kita semua punya
jalannya masing-masing. Gue nggak bilang ini udah sukses loh yaa. Tapi ini
adalah salah satu cara menuju kesukesan (haseeeekkk).
Sebelum
benar-benar memutuskan jadi seorang volunteer, pikirkan kembali dan baik-baik karena
banyak banget yang harus dikorbankan selain uang, yaa jauh dari keluarga, jauh
dari teman-teman, sahabat-sahabat. Intinya, siapin mental kalian juga apakah
kalian sudah siap berada di tempat baru, menerima pengetahuan baru, bisa lebih
open-minded, atau tidak?
Selamat
mencoba! Semoga kalian semua yang udah baca tulisan ini bisa ngikutin jejak
gue. Sama persis Alhamdulillah, mirip-mirip juga Alhamdulillah. Beda dikit
sampe beda banyak juga Alhamdulillah hehehe. Yang pasti gue doain buat kalian
semua yang punya niat baik dalam meraih cita-cita kalian, bisa bener-bener ada
di posisi apa yang kalian cita-citakan itu, yaa. aamiin.
So,
terimakasih buat kalian yang udah baca postingan ini. Semoga bermanfaat dan
menginspirasi.
Eh ada juga loh postingan gue lainnya, seperti cerbung (cerita bersambung) “Double Yu” atau artikel dan opini lainnya.
Eh ada juga loh postingan gue lainnya, seperti cerbung (cerita bersambung) “Double Yu” atau artikel dan opini lainnya.
Danke
schön, und Tschusssss!
Terima kasih kak. The most interesting story. May you always inspiring people.
ReplyDeleteThank you so much for reading my story. Semoga menjadi inspirasi dan motivasi yaa buat kamu. Good luck!
DeleteThanks for your information sis, it inspired me so much
ReplyDeleteThank you. It's all my pleasure. I hope you liked my story. And hope it increase your spirit and motivation too :)
Delete