DOUBLE YU SEASON 2 - Episode 5 : "Kembalinya Adam Wang"


(Courtesy of Pinterest)

Yureka. New York Fashion Week. Februari 2019. New York. Masa Depan.
Yureka! It’s me!”
Suara itu agaknya familiar.
Oh My God!”, teriakku.
“Kenapa, Yang?”, tanya Eugene dengan wajah penuh penasaran.
“Bentar ya, Yang. Ini temen lamaku. Ehm… bentar”, sambil menutup bagian bawah smartphone ku dan mencoba agar orang yang sedang menelponku tidak mendengarnya.
Kemudian aku menjauh dari Eugene sesaat supaya ia tidak terlalu mendengar percakapanku dengan orang yang ada di telpon ini.
Hmm, Adam?”, tanyaku dengan suara cemas.
Yeah, exactly! It’s me! How are you?
Ya, itu Adam. Adam Wang, yang pernah aku taksir waktu aku ke Malaysia dulu. Kenapa bisa ia punya nomor telponku dan menelponku seperti saat ini.
I am fine, thank you. How are you?”, responku masih dengan suara cemasku.
I am fine. Well, I am sorry to surprise you like this now. But I got your American number from your Facebook. I am sorry. So, then I realize to just contact you, because now I am in New York!”, jawab Adam dari kejauhan.
You what? New York?!”, tanyaku dengan setengah nada teriak.
Yeah. What a chance, right? Well, my girlfriend needs a company during New York Fashion Week. So, I just arrived New York City three days ago and I am going to stay here until in the end of the month.” Ujar Adam.
Wow. That’s great. But, I am sorry, now I am having vacation with some friends, also my boyfriend in Canada. But I am coming back to the city by tomorrow afternoon. So, maybe we can meet somewhere this weekend”, jawabku mencoba tidak panik.
Sounds great!”, jawab Adam.
Okay, let me get back to you later soon, okay?
Okay. Have fun in Canada! See you soon
Bye. See you soon
Aku menghela napas panjang.
Kemudian Eugene dengan raut wajah penuh tanda tanya, mendekatiku dan bertanya “Jadi, siapa itu tadi di telpon?”
“Kamu pernah aku ceritain soal Adam Wang, yang orang Malaysia tapi tinggal di Hongkong kan?”, jawabku sambil berusaha seolah semuanya baik-baik saja. Aku takut Eugene akan marah atau apalah.
“Ah, ya. Aku inget. Adam Wang. Yang…. Yaa, itu lah pokoknya. Trus?”, tanya Eugene lagi.
“Hmm Nggak apa-apa. Dia cuma telpon aja. Soalnya dia lagi di New York. Lagi ngapain gitu. Aku kurang jelas dengernya. Nggak apa-apa kan? Maksudnya kalau aku ketemuan sama dia. Trus, yaa, reunian gitu…”, jawabku mencoba tetap tenang meskipun agak khawatir.
“Ya, nggak papa lah. Malah bagus kan kamu ketemu temen lama. Dan dia tinggal di Hongkong. Pasti bisa bahasa Cantonese. Ya, aku juga bisa kenalan juga, sambil ngelatih lagi bahasa Cantonese ku yang hampir punah”. Jawaban Eugene sangat santai.
“Kamu nggak marah gitu? Cemburu atau….”
“Ya, aku akuin, aku emang orangnya cemburuan, tapi kalo sama Adam Wang, yang setau aku dia nolak kamu karena dia udah punya pacar, yaa ngapain aku marah. Ya, kan?”
Kemudian Eugene merangkulku. Pertanda, kami baik-baik saja. Aku pikir, akan habis nyawaku kalau ia tahu akan bertemu dengan Adam Wang, si tampan dari Malaysia yang dulu aku kagumi keberadannya.
Di satu sisi, aku merasa aman karena di saat yang tak terduga ini, ada Eugene yang akan jadi tameng hatiku. Ya, bukan apa-apa, agar kalau ketemu Adam, hatiku tidak gemetaran lagi seperti saat di Penang dulu. Tapi di sisi lain, aku juga cemas. Mengingat kejadian tidak mengenakkan dengan Dominico yang masih ingat dalam ingatan. Ya, maklum lah, baru pertama kali punya pengalaman di dunia percintaan seperti ini. Jadi, wajar kalau cemas, tapi senang, campur aduk seperti bubur Cianjur plus kerupuk dan bawang gorengnya.
---
Yureka. Akhir pekan pertengahan bulan Februari 2019. New York. Masa Depan.
Akhirnya kami kembali ke tanah rantau. Jalan-jalan gratisnya mau tidak mau harus berakhir. Semoga suatu hari, bapak-bapak dan ibu-ibu KJRI yang terhormat, bisa traktir kami jalan-jalan lagi. Yang lebih jauh misalnya ke Alaska atau ke Hawai, kayaknya seru tuh.
Bagaimanapun, Kanada merupakan pengalaman yang tidak bisa dilupakan begitu saja sampai kapanpun. Sudah gratis, bersama orang-orang terhormat, ditambah dengan orang-orang tersayang, senasib sepenanggungan. Wah, tidak bisa disebutkan lagi dengan kata-kata. Lidah ini bergetar jika mengingat-ingat momen bersama mereka. Ya, ampun apa aku sedang PMS? Kenapa jadi galau begini.
Tapi memang benar. Aku merasa, hubungan pertemanan, bahkan persahabatan dengan anak-anak Batik Day semakin erat saat kami di Kanada. Banyak kejadian-kejadian menggelikan yang kami buat, dan entah itu di pagi hari seperti Chandra yang hanya pakai kolor pendek saat sarapan di penginapan, padahal saat itu, bapak-bapak dan ibu-ibu perwakilan KJRI juga sedang duduk dan menikmati sarapan pagi bersama kita. Demi apapun, itu membuat kami tertawa terpingkal-pingkal. Atau pada siang hari setelah berkunjung ke air terjun Niagara, dan akan makan siang, entah dari mana asalnya Gilang menghilang. Bukan tertinggal atau bahkan hanyut bersama air deras Niagara, melainkan tertidur pulas di dalam bus dan saat dibangunkan ia berkata ia akan menyusul. Ternyata, ia benar-benar tertidur di bis sampai kami selesai makan siang, dan tidak ada satupun yang menyadarinya, yang akhirnya ia dibelikan dua burger dan satu kentang goreng ukuran besar serta Pepsi besar yang kami beli di McDonald’s sebagai permintaan maaf kami karena telah melupakannya. Disaat itu pula, aku dan ketujuh teman Batik Day lainnya, saling menyalahkan, sedangkan Gilang yang sebagai korban diam saja dan tidak berkomentar apa-apa, malah asyik dengan burgernya.
Ya, kira-kira begitu. Tertawa bersama teman-teman yang paling disayang memang tidak pernah cukup, selalu ingin terus-menerus tertawa bersama mereka. Seperti ada zat aditifnya.
Bagaimana dengan Eugene?
Ya, kami baik-baik saja.
Atau bagaimana dengan Adam Wang yang katanya sedang ada di New York?
Ya, aku sudah buat janji dengan dirinya untuk bertemu.
Karena aku baru kembali dari Kanada pada Hari Sabtunya, dan New York Fashion Week juga berakhir di tanggal yang sama, jadi bisa dibilang ini kesempatan yang cukup bagus. Maksudnya, kalau NYFW-nya sudah selesai dan ia akan tetap di New York hingga akhir bulan, berarti aku bisa bertemu dengannya dan juga dengan pacarnya, yang mana aku juga bisa mengenalkan Eugene kepada mereka.
Aku dan Adam sepakat untuk bertemu sehari setelah aku pulang dari Kanada. Ia bilang ia tidak ada jadwal dengan pacarnya karena pacarnya ada interview atau apalah aku tidak terlalu paham. Jadi, Adam akan datang sendirian. Aku juga awalnya ingin mengajak Eugene dan memperkenalkannya dengan Adam, namun namanya juga sibuk dengan tesis, jadi aku tidak bisa memaksanya. Katanya, ia baru bisa bertemu mereka di hari yang sama tapi pada siang atau sore harinya. Dan memang hanya hari Minggu itu adalah waktu yang paling tepat untuk bertemu karena itu hari libur dan setelahnya mungkin Adam dan pacarnya akan jalan-jalan keliling New York dan aku pun harus kembali ke kampus untuk mengurus tugas akhir.
---
Hari Minggu, 17 Februari 2019, aku sempat shock dibuat oleh Adam. Karena ia bilang ia memintaku bertemu dengannya di café di hotel tempat ia menginap. Dan mau tahu ia menginap dimana? THE PLAZA HOTEL, SODARA SEBANGSA DAN SETANAH AIR!!!!
Seberapa prestis hotel itu? Coba kalian cek sendiri di Google, berapa harga per malamnya? Itu cukup untuk membayar uang makan ku selama satu bulan. Benar-benar gila. Hey, jangan senang dulu, siapa tahu hotelnya karena ia dapat dari sponsor. Hey, bisa jadi kan? Hahaha. Tapi aku memang tidak heran karena bapaknya kan seorang pengusaha kaya raya di Hongkong, jadi tidak heran kalau ia mampu menyewa kamar hotel sekelas The Plaza. Untung aku tidak jadi jadian dengannya, kalau ya, bisa-bisa aku dipenuhi rasa khawatir karena tidak bisa menyamai levelnya.
Pukul 11 pagi menuju siang, kami sepakat untuk melakukan Brunch di café bernama The Plaza Food Hall. Karena aku tahu aku akan makan di tempat mahal, maka aku tahu diri, aku tidak belagu, aku hanya pesan satu donat dan secangkir teh mint panas. Ya, sebenarnya aku sudah makan satu pisang dan satu bagel sebelum berangkat kesini. Ya, karena itu tadi, aku tahu aku tidak akan mampu membeli yang lain. Kalau mengandalkan konsep “pasti Adam yang bayar”, rasanya tidak mungkin.
Sebelum bertemu Adam yang untuk pertama kalinya sejak hampir 6 tahun yang lalu bertemu, jujur aku merasa sangat gugup. Aku tidak tahu bagaimana rupanya setelah 6 tahun tidak bertemu. Apakah masih setampan dahulu? Atau semakin berkurang? Atau justru semakin ganteng? Oh, Tuhan, tolong hamba!
Aku tahu aku akan sanggup melihat wajah tampannya lagi, no matter I have already a boyfriend or not, namanya juga pernah suka, kalau iman ku lemah, pasti aku akan terbawa suasana nostalgia. Kalau benar-benar lemah, siapa tahu aku jadi suka lagi dengannya. Hati mana ada yang tahu?
Dengan baju paling rapih menurut versi Yureka, dan ditutupi mantel tebal berwarna merah, sepatu aku ganti dengan flatshoes, karena masa ke hotel bintang lima pakai sepatu kets, aku tidak ingin mempermalukan diriku sendiri. Di depan café, sudah berdiri pria setinggi 180an cm, mengenakan kaus polo berwarna kuning, celana pendek, kacamata, sedang menunduk ke layar smartphone-nya. Ya, itu Adam Wang! Adam Wang telah kembali ke permukaan! Ya, Tuhan kuatkan imanku. Astaga, ia sangat tampan!
Saat aku melangkahkan kaki lebih maju, dan seakan Adam tahu aku sudah berada didekatnya, dan kemudian dua mantan mahasiswa pertukaran pelajar Indonesia-Malaysia akhirnya bertemu lagi.
Oh My God, Yureka! It’s you?!”, sapa Adam terlebih dahulu.
Hi. Adam”, jawabku sambil tersipu malu. Berusaha untuk tetap biasa saja.
Can we hug?”, pinta Adam
Sure”,
Kemudian kami berpelukan. Oh Tuhan, jangan beri tahu Eugene aku memeluk pria tampan selain dirinya.
How are you?”, tanya Adam.
Cold outside. But I am fine, thank you. And you? How’s going?”, responku untuk basa-basi.
Everything is perfect. Come on in. I set up our table for us.”. Adam mempersilahkanku masuk ke dalam café terlebih dahulu.
Pertama kali bertemu Adam Wang kembali, rasanya sangat aneh. Terlebih kami bertemu ditempat nun jauh dari negara asal kami masing-masing. Rasanya benar-benar aneh. Benar kata pepatah “Dunia seperti daun kelor”. Kalau ini bukan daun kelor lagi, tapi daun ketumbar, sepet, pahit. 
Dalam pertemuan reunian itu, kami tentu cerita banyak, menceritakan apa saja yang telah dilakukan 6 tahun belakangan ini. Aku beberkan, kalau setelah kembali dari Malaysia, aku meneruskan kuliah hingga berhasil mendapatkan gelar S.I.Kom dari kampus Universitas Paramadina, kemudian satu tahun kemudian aku berhasil mendapatkan beasiswa S2 dan kuliah jurusan Dramatic Writing di New York University.
Kalau Adam Wang? Jangan ditanya. Setelah lulus dari KDU College University Penang Malaysia, ia tidak langsung melanjutkan sekolah Master, melainkan meneruskan bisnis orang tuanya dan kembali ke Hongkong dua tahun belakangan. Ia baru akan meneruskan kuliah S2-nya di Amerika Serikat juga tahun ini.
Tunggu!
Apa?
Amerika Serikat?
Aku tidak salah dengar?
Kalau Adam akan meneruskan kuliah di Amerika, dan terlebih itu New York, bisa-bisa kami bisa bertemu tiap hari?
Hentikan kepanikan mu, Yureka!

Kemudian disusul dengan pernyataan Adam : “But, I think it’s not New York. Maybe California. When I am officially marry Tiara. And we may move to LA and be settled down there. Oh anyway, we’re just enganged last month.

Apa?
Tunangan?
Mau menikah?
Aku tidak salah dengar lagi?

Jujur, aku senang mendengarnya. Tapi berhubung aku pernah ada rasa dengannya beberapa saat, sampai aku berani ‘bunuh diri’ dan kehilangan pertemanan dengannya. Tapi untung aku masih kuat dan tegar. Tidak tahu lagi ingin berkata apa kepadanya selain “I congrats you with your engagement with Tiara. I hope all the best for you both. And I am so happy to hear that!
Ditengah perbincangan, tiba-tiba objek pembicaraan datang menghampiri meja kami. Ya, itu Tiara. Si model cantik berdarah Indonesia blasteran Inggris-Malaysia itu kulihat semakin cantik daripada terakhir kali kami bertemu, hmmm, berapa tahun yang lalu ya, yaa pokoknya sudah lama sekali. Tapi tidak heran, dia kan memang model. Badannya harus bagus, tentu makannya diatur, olahraga juga pasti demikian. Lah kalau diriku? Dengan berat tubuh yang masih sekitaran 70kg, heem sebenernya sudah turun 2kg minggu lalu, tapi intinya apa yang mau diharapkan kalau aku masih memaksa ingin menjadi pacarnya Adam Wang? Kalau membandingkan diriku dengan Tiara, dari dulu sudah jelas, sekarang pun makin jelas, bahwa ia adalah cupcake cantik yang dijual sangat mahal di toko kue nomor satu di New York. Aku? Aku hanya biji wijen dari roti burger yang dijual sangat murah di pinggiran Bronx. Menyedihkan.
Selama berbincang-bincang dengan Tiara, aku berusaha untuk percaya diri menjadi diriku sendiri. Jangan mentang-mentang aku sedang duduk barengan dengan si super model, aku yang calon Master in Dramatic Writing ini, menjadi tidak berharga. Aku juga manusia, punya hak asasi manusia, apalagi aku perempuan. Tunggu, ini terdengar seperti pidato yang ada di televisi itu. Apalah itu. Tapi, jangan menyerah, Yureka, tetap percaya bahwa dirimu tidak kalah cantik dari Tiara, tidak cantik diluar, tapi harus cantik didalam. Tapi ngomong-ngomong kalau Adam masih pacaran dengan Tiara sampai mereka sudah bertunangan, berarti pacaranya awet juga, ya. Bisa tidak ya, aku begitu juga dengan Eugene? Apa bisa aku minta tips dari mereka?
Oke, jadi, apa yang aku perbincangkan dengan Tiara?
Berhubung dia fasih berbahasa Indonesia, jadi ya dengan mudah kami berkomunikasi. Kami banyak membicarakan tentang bagaimana pekerjaannya sebagai model sejauh ini. Lebih tepatnya aku yang penasaran. Dari dulu aku ingin sekali menanyakan hal-hal seputar modeling kepada dirinya. Heh, bukan, aku bukan ingin jadi model sepertinya, aku hanya penasaran saja. Terlebih, aku kuliah S2 yang masih ada hubungannya dengan dunia hiburan. Aku juga sempat belajar tentang casting dan model, dan kawan-kawannya, maka aku ingin tahu dari sudut pandang Tiara yang pernah mengenyam pendidikan modeling di London, Inggris itu.
Tiara berkata “Kerja jadi model ada senang dan susahnya”
Aku dalam hati menjawab “Yaelah! Jawaban mainstream. Semua pekerjaan juga begitu, Mbak!”
Tiara berkata lagi “Tapi memang harus dijalanin dengan profesional”
Aku dalam hati menjawab lagi “Haduh. Gue juga penulis kalau ngantuk tapi dikejar deadline juga pasti harus profesional. Jawabannya nggak seru”
Tapi secara lisan aku menjawab “Oh gitu”
Namun Tiara menjelaskan “Tapi aku bener-bener seneng banget tahun ini bisa jadi bagian dari New York Fashion Week. Siapa sih yang nggak mau, ya kan? Jadi, aku bangga banget sih. Alhamdulillah”.
Aku hanya membalas dengan senyuman. Meskipun agak dengki sedikit kepadanya, tapi dari caranya menyampaikan keterangan barusan, itu memang terlihat sangat jujur. Dia terlihat sangat bangga sekali.
Tiara menambahkan “Yah, karena kalau diingat jaman dulu, aku berjuang banget buat bisa ikut event ini. Apalagi waktu sekolah modeling dulu. Rasanya berat. Apa-apa diatur, dan lain sebagainya. Eh, ternyata, pas udah terjun langsung lebih parah. Tapi tetep dibawa fun kok. Jadi, no problem buat aku. I am enjoying all of the process
Tiara yang cerita, aku yang haus. Aku kemudian meneguk sisa teh mint yang aku punya.
Lalu kami masih meneruskan perbincangan, sedangkan Adam tiba-tiba harus mengangkat sebuah telpon. Tidak tahu dari siapa. Tidak mau tahu juga.
Tiara juga bercerita bahwa ia sangat beruntung punya pacar seperti Adam Wang.
“Perhatian, baik, supportive, ngertiin aku banget, dan ganteng. Ya gak?”, terang Tiara.
Aku hanya tertawa…. TERBAHAK-BAHAK! TAPI ITU PURA-PURA!
Ia tidak tahu saja aku pernah ada rasa dengan pacarnya. Kalau ia tahu, habis aku.
Dan aku menjawab “Ya, kamu beruntung banget. Adam itu super duper baik. Aku jadi inget waktu di Penang dulu. Aku diajak jalan-jalan keliling kota karena aku nggak ikut city tour sama grup ku dulu. Eh, karena dia ketua panitianya, akhirnya dia deh yang nganterin. Bener-bener baik, profesional, dan tanggung jawab”
“Ya, kamu benar. Dia yang bela-belain dateng ke New York buat liat aku di catwalk. Padahal sempet ada masalah soal visanya. Tapi Alhamdulillah lancar. Kalau niatnya baik, Allah pasti kasih jalannya, ya?”
Kemudian kami sempat terdiam beberapa saat.
Dua puluh lima detik kemudian, Tiara membuka suara lagi. Kali ini agak sensitif. Soal aku dan Adam Wang. Hah, memang ada apa dengan ku dan Adam?
Heh, tunggu? Jangan-jangan ia mau membahas kalau aku pernah menyatakan perasaan pada pacarnya. Tapi kan itu sudah lama sekali. Toh, sekarang aku sudah punya pacar.
“Yureka. Aku mau nanya sesuatu, boleh?”
Tuh, kan firasatku benar.
Tanganku sambil basah karena keringat karena terbawa gugup, hanya menjawab “Ya, boleh. Kenapa, Ra?”
“Adam bilang, kamu pernah nembak dia ya?”
Nah! Benar kan?
“Hmmm….”. Aku tidak tahu harus berkata apa. Sumpah!
“Udah nggak apa-apa, jujur aja. Aku cuma pengen tahu aja kok”. Tiara berusaha tenang dan sepertinya dia akan terbuka dengan apapun jawaban yang akan aku berikan.
“Hmm. Bener nih kamu nggak bakal kenapa-kenapa sama aku?”
“Yureka, justru dengan kamu jujur, aku jadi lega. Karena aku sama Adam akan menikah bulan September tahun ini. Dan aku selalu penasaran dengan cerita itu. Maksudnya, sampe kamu berani nembak dia kala itu. Ya, nggak apa-apa sih. Just want to know, what exactly happened between you and him in that time. Supaya aku lega dan perjalananku menuju pernikahan lebih lancar, nggak ada lagi rasa penasaran yang mungkin nantinya bikin hubungan kami jadi nggak baik”
“Berarti Adam yang cerita ke kamu kalau aku pernah nembak dia dulu?”, tanyaku gugup.
“Ya. Kira-kira beberapa bulan lalu. Dan entah kenapa aku jadi penasaran aja kenapa kamu bisa suka sama dia…. Ya, maksudnya siapa sih yang nggak suka sama dia, cuma kok bisa kamu berani nembak dia”
Tiara benar. Saatnya aku bercerita jujur ke Tiara. Aku tahu pasti Adam pernah ceritakan ini kepadanya. Tapi tidak heran kalau ia ingin tahu dari narasumbernya langsung. Ya, maklum lah, wanita kan apa-apa selalu dibawa perasaan. Kalau urusan belum selesai, masih mengganjal, tidak akan nyaman kedepannya.
Akhirnya aku ceritakan semuanya pada Tiara. Runtut, mulai dari bagaimana bisa aku suka dengan Adam Wang, sampai benar-benar terbawa perasaan, sampai aku mengira Adam suka padaku, padahal tidak. Sama sekali tidak!
Aku juga bercerita bahwa aku dulu sering sekali berada dibawah angan-anganku sendiri. Tiap kali aku mengagumi seseorang, pasti muncul awan-awan imajinasi yang membuat diriku terhanyut dalam bayang-bayang ilusi bahwa seseorang yang kukagumi itu menjadi milikku. Kenyataannya berbanding terbalik.
Selain itu, aku juga jujur kepada Tiara bahwa semua kejadian ini, antara aku, Adam, dan juga Tiara, merupakan sesuatu yang ironis. Bagaimana maksudnya? Ya, aku pikir Adam tidak suka denganku karena mungkin memang sudah ada orang lain, atau banyak perbedaan diantara kami, atau mungkin ia tidak suka dengan orang Indonesia. Alasan yang tidak masuk akal memang, tapi hanya itu yang ada di benakku kala itu.
“Adam nggak suka aku, karena aku nggak sekelas kamu. Tapi kenapa ujung-ujungnya dia pacaran sama orang Indonesia? Yang mukanya mirip-mirip kayak aku. Kenapa nggak aku aja?”
Tiara tidak bisa berkata-kata.
Aku pun melanjutkan “Itu sakit loh buat aku yang menaruh harapan ke dia. Ya, seharusnya emang nggak usah taro harapan itu ke siapapun, tapi apa yang bisa dilakukan cewek usia 19-20 yang jomblo nggak pernah pacaran dan sekalinya ada cowok yang dateng, ganteng dan baik hati yang dikira mau jadi pacarnya, ternyata enggak? Apa itu nggak sakit menurut kamu? Aku tahu aku bukan model. Bukan dari keluarga terpandang juga. Dan aku tahu diri. Tahu banget. Tapi, kalau diingat-ingat lagi, itu semua bener-bener ironis, Ra. And it hurted me, it did.
Tiara hanya menjawab “Hmm, Yureka. Maaf, aku nggak tahu aku harus bilang apa. Aku nggak tahu apakah itu salah atau benar. Maaf ya, jadi throwing back semuanya.”
Aku yang mulai emosi, kembali berkata “Dan kamu tahu, di dalam kamus hidup aku, kalau aku dibuat kecewa sama seseorang, yang dalam konteks ini adalah Adam, pacar kamu, hmm tunangan maksudnya, aku nggak akan pernah mau lagi ketemu sama dia. Ya, emang nggak baik sih, memutus hubungan silaturahim dengan seseorang, tapi buat aku, kalau aku ketemu mantan gebetan lagi, semua sakit hati itu akan muncul lagi. Memori-memori yang dulu pernah ada mau nggak kamu jadi keinget lagi. Dan aku nggak suka itu. Eh malah, tiba-tiba Adam yang telpon aku buat ngajak ketemuan. Mumpung di New York. Aku sebenernya nggak mau, Ra. Itu berat buat aku. Berat buat nerima dia lagi hadir didalam hidup aku. Ya, meskipun kita nggak pernah ada apa-apa. Tapi kalau boleh jujur lagi, aku sakit banget waktu aku ketemuan sama Adam di Jakarta tapi ternyata waktu itu dia bawa kamu, dan ngenalin ke aku kalau kamu pacarnya. Bener-bener sakit sih buat aku. Tapi yaudah lah. Kayaknya kalian emang jodoh. Aku juga sekarang udah punya pacar. Ya, aku ikhlas sih sekarang.”
Tiara benar-benar mati suri selama mendengarkan aku berbicara. Tapi ia juga buka suara. Bukan menanggapinya dengan negatif, melainkan sebaliknya, “Maaf ya, kalau bikin kamu sakit. Tapi mengapresiasi kejujuran kamu barusan, dan juga kejujuran kamu ke Adam kala itu. Nggak pernah ngeliat ada cewek yang kuat kayak kamu, Yureka. Aku benar-benar salut banget sama kamu. Doain kami ya, semoga kami bahagia. Aku juga doain kamu bahagia selalu. Dan dikelilingin sama orang-orang yang selalu sayang sama kamu”
Basi! Madingnya udah siap terbit!
Kira-kira begitu istilahnya menanggapi pernyataan Tiara.
Aku tidak bermaksud tidak menghargai apa yang dikatakannya barusan, tapi aku yang sudah terlanjur sakit hati, harus pura-pura kuat dengan pernyataanya tadi. Hello?
Tapi aku berusaha tenang, dan memaafkan semua kejadian pahit itu dengan berkata kepada Tiara, “Makasih, ya, Ra. Aku doain semoga kamu bahagia selalu sama Adam”.
Kami berdua hanya saling lempar senyum. Air mataku sempat berlinang. Lalu, kami berpelukan. Cukup erat. Mungkin tanda bahwa kami saling memaafkan. Tapi dari sisiku, pelukan erat itu adalah sinyal bahwa aku ingin Tiara terus menjaga Adam dan mencintai Adam seperti ia mencintainya. Aku tidak ingin pria sebaik Adam disakiti oleh siapapun, dengan cara apapun. Maka, aku menaruh harapan bahwa mereka memang ditakdirkan untuk bersama. Biarlah aku bersama Eugene, pria yang tidak kalah ganteng dari Adam. Hey, memang Adam Wang saja yang ganteng di dunia ini. Halooooo, pacarku jauh lebih tampan, tahu tidak?!
“Ngomong-ngomong, boleh kenal pacar kamu? Mungkin kita bisa ketemuan berempat? Orang mana kalau boleh tahu?”, tanya Tiara.
“Hmm boleh. Bisa, bisa. Nanti aku telpon deh. Orang Indonesia kok. Tapi oriental. Persis kayak Adam. Hehehe”, jawabku sudah bisa diajak bercanda.
Tiba-tiba ada panggilan telpon masuk di smartphone-ku.
“Eugene?”, seruku. “Kebetulan. Panjang umur nih diomongin. Bentar aku angkat dulu ya”
Ternyata Eugene menelpon dan minta ketemuan. Karena memang hari ini kami sudah janjian mau ke supermarket bareng untuk masak-masak di acara Farewell Party-nya Farida malam ini di apartemen Kak Anna. Dan saat aku bertemu dengan Eugene nanti, aku bisa memperkenalkannya dengan Adam, mantan gebetanku, dan Tiara, calon mantan pacar alias calon istrinya mantan gebetanku. Siapa tahu kami bisa double date, bukan begitu?
Akhirnya rencana reunian dengan Adam malah tergantikan dengan sesi curhatku dengan Tiara. Setelah selesai, kami meninggalkan café hotel yang super duper mahal itu dan menuju Columbus Circle, sesuai dengan janjiku dengan Eugene. Dan mau tahu, bill-ku dibayar semua oleh Tiara. Ya, tahu sih uangnya banyak. Tahu, gitu kan aku tidak hanya pesan donat dan teh saja.
Dua puluh menit kemudian, Eugene datang. Aku perkenalkan lah Eugene sebagai pacarku kepada Adam dan Tiara. Kami mengobrol banyak, mulai dari basa-basi busuk, seperti tanya asal kami, kuliah kami disini, dan lain sebagainya. Tapi tidak hanya itu, aku dan Eugene malah bertanya-tanya seputar persiapan pernikahan mereka yang akan dilangsungkan dalam kurun waktu tujuh bulan kedepan. Aku tidak tahu, apakah pertanyaan-pernyataan yang dilayangkan oleh Eugene adalah kode bahwa ia benar mau serius denganku sampai ingin menikahiku. Aduh, aku baru saja menyelesaikan urusanku soal Adam dan Tiara, jangan kamu tambahi beban perasaanku, Parama Eugene Oetomo!
Saking asyik mengobrol, kami berempat malah jadi belanja bareng di supermarket Whole Food Market. Dan lebih konyol lagi, setelah belanja, kami makan siang bersama. Kami sepakat untuk makan di sebuah restoran Turki bernama “Aba” yang jaraknya hanya satu blok dari Columbus ke arah selatan Columbus Circle. Selama makan siang pun, kami banyak berbincang-bincang. Kalau kali ini, Eugene bertanya seputar bagaimana Adam melamar Tiara. Ya, Eugene memang begitu orangnya. Pendiam, tapi kalau sudah penasaran terhadap suatu hal, ia akan menumpahkan seluruh rasa penasarannya menjadi banyak pertanyaan yang harus dijawab, agar tidak ada lagi rasa penasaran yang terbayang-bayang dalam pikirannya.
Tapi pertanyaan Eugene menarik juga. Aku juga penasaran bagaimana Adam melamar Tiara. Katanya, Adam melamar Tiara saat mereka merayakan tanggal jadian mereka, entah yang keberapa, aku tidak peduli, di Kuala Lumpur, Malaysia. Katanya mereka sedang makan malam di salah satu restoran yang menghadap langsung ke Menara Kembar Petronas, dan tepat pukul 19 malam, pada tanggal 29 Januari 2019 Adam Wang melamar Tiara. Oh, tidak! Itu manis sekali! Aku jealous! Aku jadi membayangkan kalau Eugene suatu hari melamarku. Berhenti, Yureka!
Selain membicarakan tentang pertunangan juga persiapan pernikahan mereka, Eugene juga sempat berbicara bahasa Canton dengan Adam Wang. Ya, benar! Aku jadi teringat saat pertama kali Eugene memberitahu padaku kalau ia pernah kuliah di Hongkong, dan sontak membuatku terkejut karena acap kali aku mendengar kata “Hong Kong”, bayanganku langsung teringat akan sosok Adam Wang. Aku tidak menyangka, bahwa pria yang dulu aku kagumi, sekarang malah bisa bertemu dengan pria yang saat ini sedang ada dalam genggaman. Lucu, ya?
Setelah makan selesai, kami berempat sempat berfoto bersama. Karena saat makan, aku dan Tiara saling bertukar informasi media sosial masing-masing, salah satunya Instagram. Kemudian, dengan foto yang diambil oleh seorang pelayan restoran tersebut, diunggah Tiara kedalam Instagramnya. Dengan keterangan “The unpredictable double date”, ia memberi tag namaku (@yurekabc) dan Eugene (@peo95), juga tentunya pacarnya tersayang, Adam (@wangadam11).
Aku juga tidak mau kalah. Aku juga mengunggah foto tersebut dengan keterangan “Four people in one double-date. Happy weekend”.
Setelah selesai makan, tentunya kami sudah membayar tagihan makannya, dan tenang saja, aku dan Eugene bayar sendiri-sendiri. Tidak mau merepotkan Adam untuk membayari kami. Meskipun mereka juga tidak ada niatan membayari kami, tapi kami sadar diri terlebih dahulu. Dan kemudian, salam perpisahan. Aku tidak tahu apakah sampai akhir februari aku bisa bertemu dengan mereka lagi, karena Adam bilang, ia akan kembali ke Hongkong pada tanggal 26 Februari mendatang. Mengingat begitu banyak jadwal yang harus aku penuhi, terutama urusan masa depanku di kampus. Ada banyak deadline yang harus aku selesaikan. Jadi, aku tidak bisa janji pada apakah kami bisa bertemu mereka lagi di New York dalam beberapa waktu kedepan. Apapun itu, aku hanya bisa memberi mereka selamat sekali lagi bahwa mereka sudah bertunangan dan sebentar lagi akan menikah. By the way, mereka mengundangku ke acara pernikahan mereka yang akan di gelar di Bandung, Kuala Lumpur, dan Hongkong. Semoga, di salah satu kota itu, aku dan Eugene bisa hadir. Ya, hitung-hitung makan gratis.
Kembalinya Adam Wang yang awalnya membuatku khawatir karena takut bayangan kejadian masa lalu kembali ke permukaan, nyatanya tidak demikian. Aku yang juga khawatir akan kembali jatuh hati padanya, pun juga tidak terjadi. Mungkin memang karena aku sudah ada Eugene, dan Adam juga Tiara sudah resmi bertunangan, jadi apa yang harus dikhawatirkan? Justru dengan kembalinya Adam Wang, semua praduga tidak lagi mengambang. Semua sudah jelas. Semua sudah sama-sama berbahagia. Semoga urusan pernikahan mereka dimudahkan hingga hari H tiba. Semoga Eugene segera melamarku. Duh, mulai lagi, Yureka! Usia pacaran kalian masih berusia tomat ceri muda. Santai saja dulu.
Belanja sudah, makan juga sudah. Sesuai janjiku dengan anak-anak Batik Day, setelah makan, kami langsung menuju ke apartemen Kak Anna, ya markas kami pertama dan satu-satunya. Karena kami akan merayakan Farewell Party untuk Farida yang minggu depan akan kembali ke Indonesia. Tidak terasa sudah sekitar tujuh atau delapan bulan ia bergabung dengan kami. Tapi, mau tidak mau program exchange-nya harus berakhir. Justru ia malah extend tinggal di New York karena acara ke Kanada kemarin. Atau ia yang tidak tega meninggalkan kami semua di New York. Hahaha. Pede sekali.
Sepanjang jalan menuju apartemen Kak Anna, aku yang agak sibuk membalas komentar dan DM yang masuk, sempat melihat Eugene sibuk membalas pesan dengan Farida. Ya, ampun, ada apa lagi ini? Buat apa dibalas? Kan sebentar lagi juga ketemu.
Hmm, bukan aku cemburu, tapi aku sudah mencium aroma perselingkuhan antara terdakwa Eugene dan tersangka Farida. Aku sudah melihat sejak kemarin kami jalan-jalan di Kanada. Aku melihat Farida yang ingin selalu nempel dengan Eugene. Memang parfum Eugene sebegitu wanginya sehingga ia ingin nempel terus seperti perangko?
Aku harus mencari tahu ini secepatnya.


- BERSAMBUNG -


Lanjut Episode 6 --> Double Yu S2E6

Comments

Popular posts from this blog

Kumpulan Cerita Bersambung : DOUBLE YU - SEASON 1 (karya Yulia Sutjahjono)

"Langkah-Langkah Menjadi Volunteer (Relawan)" Part 2

Langkah-Langkah Menjadi Volunteer (Relawan) Part 1