DOUBLE YU SEASON 2 - Episode 1 : "Patung Liberty Jadi Saksi"

(Courtesy of Pinterest)


Highlight :

Batik Day telah usai, namun pertemanan 8 mahasiswa Indonesia di New York itu justru semakin erat. Semakin banyak cerita yang tersaji diantara mereka. Termasuk Yureka dan Eugene. Mereka terjalin situasi romantis yang cukup rumit. Keduanya sama-sama memiliki rasa kepada satu sama lain, namun  di sisi Yureka, ia terlalu takut untuk maju terlebih dahulu. Sedangkan di sisi Eugene, ia yang pemalu bingung harus mulai dari mana. Tapi semua berkat Kak Anna yang menjadi mak comblang mereka dan semakin hari, Yureka dan Eugene semakin dekat, bahkan pasca Batik Day. Meskipun sempat berada dalam situasi yang membuat mereka menjadi salah paham, tapi akhirnya mereka bisa menemukan solusi untuk semua itu. Tanpa menunggu lama lagi, Eugene mengajak Yureka pergi ke Pulau Liberty dan mengunjungi Patung Liberty bersama. Apa yang akan terjadi disana? Apakah akan ada cerita romantis yang lebih seru lagi diantara Double Yu; Yureka-Eugene?



Ketinggalan dengan cerita mereka di Season 1? Atau sama sekali belum baca? Keterlaluan kalian. Hahahaha. Yaudah nggak apa-apa. Coba klik link deh ini supaya kalian bisa catch up dikit sama cerita Double Yu dari musim sebelumnya. Selamat membaca!



Double Yu - Season 2
Episode 1 : “Patung Liberty Jadi Saksi”

(Courtesy of Pinterest)


Yureka. New York. 3.08 PM. November 2018. Masa Depan.

Guys, gue telat
Singkat, padat, jelas. Hanya tiga kata itu yang bisa aku ketik ketika profesorku berbicara 10 menit lebih lama dari waktu yang diperkirakan. Ya, sore ini pukul 4 aku ada janji dengan teman-teman Batik Day. Kata Kak Anna ada yang ingin ia sampaikan. Katanya juga penting. Entah apa itu. Yang jelas aku geregetan dengan dosen mata kuliah analisis skrip film satu ini. Masih muda, tampan, dan berwibawa. Namun sayang kalau sudah cerita, durasinya mengalahkan serial Game of Thrones.
Ngomong-ngomong, kalian masih ingat Batik Day, kan? Itu loh acara seminar dan fashion show yang diadain KJRI dan dengan bantuan 8 mahasiswa tanpa dosa asal Indonesia yang sedang mengais gelar S1 atau S2 di New York. Yaa, meskipun acaranya sudah usai sejak lama, tapi kami masih saling menyapa, saling mengunjungi, saling bercanda, bahkan grup Whatsapp “Batik Day 2018” belum kami hapus, belum ada juga yang “left group”. Masih sama, orang-orangnya masih sama, masih sama-sama gila, masih sama-sama bercanda receh. Ah, dasar orang Indonesia. Tapi tetap saja aku cinta mereka!
“Duh lama deh nih dosen. Untung lu ganteng, Pak, kalo nggak… hmmm. Telat beneran deh ini gue ketemu anak-anak. Duh…”, gerutuku sambil menghentakkan kaki dengan perlahan namun ternyata membuat teman sebelah ku menyadarinya. Mungkin ia terganggu dengan suara kaki ku itu.
Yureka. What’s happen?” Saut Melissa, teman sekelas yang sedang duduk persis di sebelahku.
I am so late. I have an appointment with my friends. It’s really important”, jawabku masih sambil menghentakkan kaki.
You can just say to him and ask some permission. Besides, the time is actually up couple minutes ago”, saran Melisa yang menurutku tidak membuahkan sebuah solusi.
I know but, you know this person. Don’t you remember when a guy, hmmm, who’s his name again? Whatever. He asked a permission to just go to toilet for a minute, and he said “don’t you realize I speak something important here?” and everybody just starred at him. It was so awkward.”, jelasku panjang lebar.
Hmm. I can tell now”, akhirnya Melissa tersadar.
Empat puluh menit kemudian, diskusi akhirnya usai. Aku benar-benar sudah terlambat. Dan benar saja, harusnya aku bisa sampai di Café R dekat dalam 10-15 menit tapi karena tadi, aku mungkin bisa terlambat 10 sampai 15 menit. Ya, aku tahu aku janjian dengan orang Indonesia yang bisa saja mereka hanya merespon “Yaelah santai”. Tapi sejak tinggal di New York aku jadi merasa tidak enak kalau terlambat bahkan hanya 2 menit.
Untuk menuju Café R, aku harus naik metro. Jaraknya memang tidak terlalu jauh, hanya berselang 4 stasiun saja. Tapi tetap saja, gugup dan tergesa-gesa memang selalu menjadi hal yang paling aku benci. Untuk membuatku merasa nyaman ditengah tergesa-gesanya diriku saat itu, di dalam metro, ku sempatkan untuk membuka handphone ku untuk mengecek Whatsapp dan lain sebagainya. Ternyata chat ku yang kukirim di grup tiba-tiba menjadi hot issue. Sudah ada lebih dari 10 pesan yang berisikan respon ‘jahat’ anak-anak Batik Day. Pesan-pesan tersebut seperti berikut :
Dhimas            : Astagfirullohalazim, Eugene, anak orang lu apain bisa telat begitu. Masya Allah.
Chandra          : Baru pacaran 3 minggu loh padahal.
Kak Anna        : Salah nyomblangin kalo begini caranya mah
Dhimas            : Jadi kejadiannya sebelum Batik Day, Jin? Atau gimana?
Eugene            : HEEEEHHH. Itu maksudnya Yureka dia telat datengnya ke café. Yaelaaaah.
Farida             : Nggak nyangka Kak Eugene wkwkwk
Fikri                : Nggak nyangka Kak Eugene (2)
Dhimas            : Gimana @Yureka BC? Emang lu pada nggak pake pengaman? Wkwkwk.
Chandra          : Ampuni mereka Ya Tuhan
Kak Anna        : Ampuni mereka Ya Tuhan (2)
Eugene           : Ya ya terserah
Kak Anna        : Buruan wooiiii buruaaann @Yureka BC!!! Caffe latte gue mau abis nihh!!!

Sial! Hanya karena mengirim “Guys gue telat”, ternyata membuahkan gosip miring. Membuat orang gaduh. Pertemanan pecah. Dasar manusia. Ya, berarti aku salah ngomong kalau begitu. Harusnya aku bisa menambahkan kata keterangan atau apalah. Sambil tertawa kecil yang mana membuat seorang nenek tua yang duduk di sebelahku menatap aneh. Cuek saja, tidak kenal ini. Kalau kenal dengan neneknya tetanggaku, mungkin aku akan diam. Sudahlah. Aku balas pesan-pesan tersebut :
Yureka             : WOIIIII. ASTAGFIRULLOH! MAKSUDNYA GUE TERLAMBAT NYAMPE CAFÉ NYAAAAA. ASTAGAAAAA.
                          @Kak Anna  Bentar kak baru mau turun stasiun. Jalan nih.
Kak Anna        : Lu harus tanggung jawab jin @Eugene
Eugene            : Sabar yaa, Yang @Yureka. Hati-hati, yang.
                          Bodo amat deh @Kak Anna wkwkwkw
Yureka             : 3 menit 3 menit!!!

Sesampainya di Café R, mereka bertujuh sudah sampai disana dan perbincangan belum dimulai karena sebagai mantan koordinator, Kak Anna harus menyampaikan ini lengkap dan detail sampai semuanya lengkap datang.
Sorry guysSorry banget. Kak Anna, sorry” Sambil bernapas-napas terengah-engah, aku memasang tampang wajah paling melas supaya mereka memaafkan dan memaklumi keterlambatanku.
“Nggak jaman sebelum Batik Day, nggak pas udahan Batik Day. Lu emang yang paling telat. Hmmm. Untung nih tempat buka 24 jam, jadi lu telat pun, kita gak keburu dikasih bill sama pelayannya”, Kak Anna menjawab dengan nada senewen sambil melipat kedua tangannya.
“Ya sorry. Tadi dosen gue… ah pokoknya gitu deh”, jawabku dengan penuh belas kasihan namun sepertinya sia-sia.
“Ya Kak Yure, dimaafin kok. Santai”, jawab Farida dengan lemah lembut sambil menyeruput cangkirCapucino-nya.
“Okay okay. Ini udah lengkap kan semua? So, gue langsung aja yaa. Nggak pake lama-lama nih”, Kak Anna mulai seketika sesaat setelah aku datang.
Aku pun yang bahkan belum meletakkan tasku atau menaruh bokongku ke atas kursi, Kak Anna sudah siap menyampaikan maksud dan tujuannya mengumpulkan kami berdelapan di sore itu. Sambil tersenyum ke arah Eugene yang duduk di pojok, aku menaruh jaket dan tas ku di kursi kosong tepat di sebelah Kak Anna duduk yang mana Kak Anna duduk di tengah. Aku dan Eugene hanya saling lempar senyum dari kejauhan. Ya, meskipun kami sudah resmi berpacaran, tapi untuk urusan pekerjaan, kami harus tetap bersikap profesional. Meskipun ini juga bukan rapat formal seperti saat Batik Day dulu, tapi aku dan Eugene sangat menghargai ikatan antar sesama panitia. Jadi, kami memilih untuk tidak terlalu memamerkan kemesraan sekalipun di depan mereka. Meskipun kadang kalau kami kumpul-kumpul aku dan Eugene yaa dengan khilaf pamer kemesraan di depan mereka, entah sengaja ataupun tidak sengaja. Konyol.
Saat aku duduk, Kak Anna mulai dengan penjelasannya. Tanpa sempat aku memesan minuman, hanya menghela napas panjang, aku mendengarkan apa yang sedang disampaikan Kak Anna. Dengan nada suara yang nge-bass seperti ciri khasnya, juga wibawanya yang sangat luar biasa seperti ibu Menteri Perikanan, ia menyampaikan sebuah pesan yang katanya ia dapat dari kantor KJRI New York. Katanya sih ada pesan yang harus disampaikan kepada kami berdelapan. Ternyata, tanpa dinyana, tanpa diduga-duga, pesan itu merupakan kabar baik. Jadi, ada dua hal yang Kak Anna jelaskan pada kami.
Pertama, yakni tentang rasa terimakasih yang beribu-ribu kalinya disampaikan oleh KJRI untuk kami berdelapan. Acaranya memang sudah jauh berlalu, mungkin kalau dihitung-hitung sudah hampir dua bulan yang lalu. Tapi rasa terimakasih KJRI kepada kami masih belum berhenti. Sebagai panitia, aku rasa itu tidak masalah. Aku pribadi menerima penerimaan terimakasih tersebut. Memang dengan sukarela kami membantu supaya acara KJRI tersebut bisa berjalan sesuai yang diharapkan.
Hal kedua adalah ternyata yang jauh lebih menyenangkan.
“Nah yang kedua nih. Kabar gembira bagi kita semua. Hasek. Siap-siap ya”, ucap Kak Anna bikin penasaran.
“Apaan Kak emang?”, tanya Farida dengan wajah tanpa dosa dan penasaran.
Kak Anna hanya membalas dengan senyuman dan tidak bersuara selama lima detik. Benar-benar bikin penasaran ibu satu ini. Masa Ibu Menteri Perikanan bikin penasaran. Mana ada?
“Cepetan!” protes Dhimas dengan suara serak-serak basahnya karena memang suaranya begitu. Ahh, aku paling rindu dengan suara Dhimas. Akhirnya kami bisa bertemu lagi.
“Sabar dong, Dhimas. Ahelah. Oke, mulai ya. Ini gue sambil bacain emailnya dari KJRI. Resmi nih, jangan salah”. Nah Kak Anna makin bikin penasaran. Sial.
“Apaan apaan, buruan gue penasaran!”. Sekarang aku yang nyolot.
“Santai dong, Yur. Udah telat, maksa lagi. Ya, ini gue bacain nih. Sekarang. Ya, sekarang”, balas Kak Anna sewot. Namun kemudian ia membacakan isi email yang ia maksud.
Lalu dibacanya isi email itu oleh Kak Anna dengan penuh kebanggaan, “Kepada yang terhormat tim panitia mahasiswa acara Batik Day 2018. Dengan ini kami sampaikan bahwa sebagai bentuk rasa terimakasih kami kepada kalian berdelapan, yang mana sudah bekerja keras selama persiapan dan acara Batik Day 2018 berlangsung, maka kami memutuskan untuk memberikan sedikit hadiah atas kerjakeras kalian. Hadiah ini kami harap sebagai bentuk apresiasi kami atas hasil jerih payah kalian selama membantu kami mengadakan acara Batik Day 2018. Tanpa kalian acara Batik Day 2018 tidak akan terlaksana dengan baik. Hadiah ini memang bukan berupa uang atau barang, namun kami harap ini menjadi suatu kenang-kenangan yang berharga untuk kalian berdelapan. Dengan ini kami nyatakan bahwa kalian (Arianna, Dhimas, Yureka, Gilang, Fikri, Eugene, Chandra, dan Farida) serta beberapa perwakilan KJRI New York akan diundang makan malam oleh KBRI Ottawa pada tanggal 12 Februari 2019 mendatang. Makan malam ini sesungguhnya merupakan acara yang diperuntukkan untuk merayakan pelantikan Duta Besar Indonesia untuk Kanada yang baru, yang baru akan dilaksanakan Januari mendatang. Makan malam tersebut juga akan dihadiri oleh seluruh pengurus PPI Ottawa dan beberapa perwakilan PPI Kanada dan akan menjadi bentuk pertemuan bagi dua PPI (Amerika-Kanada) dan berharap bisa mengenal satu sama lain dan menjadi satu bentuk pertemanan yang baik antara kedua PPI. Lebih lanjut, segala bentuk akomodasi, transportasi, dan visa khusus Kanada akan diatur oleh KJRI New York. Namun, biaya yang lain-lain diharapkan ditanggung oleh panitia masing-masing. Terimakasih. Salam, Wakil Konsulat Jenderal, Bapak Winarno Hadi Pranoto, New York, 26 November 2018.”
What? Kanada???”, sontak Chandra keras.
“Ini serius kak? Kita mah apa atuh? Kenapa cuma gegara ngurus acara aja bisa sampe ke Kanada?”, tanya Fikri yang entah mengapa bernada bodoh.
“Heh, bersyukur lah. Mau gak lu ke Kanada?”, balas Kak Anna sewot.
“Ya, mau lah, Kak. Siapa yang nolak juga”, balas Fikri mengalah tapi masih terbesit wajah penasaran mengapa hadiahnya harus banget ke Kanada.
Setelah pengumuman tersebut, semua jelas menjadi overreacted. Yaa, wajar lah namanya juga hadiahnya keluar negeri. Siapa yang tega menolak kesempatan emas itu? Hampir semua pengunjung café itu mendadak menyorotkan pandangan mereka kepada kami berdelapan karena terlalu ramai.
“Gila itu sih negara impian gue, Kak! Anjrit. Aaaakk makasih KJRI”, jawabku sambil tepuk tangan dengan tanpa sadar.
“Tapi ya juga sih, kok bisa sih?” tanya Eugene.
“Kalau menurut gue sih emang basic-nya mereka ada makan malam di KBRI Ottawa, trus kayak sekalian gitu. Jadinya kan kita bisa kenalan sama anak PPI juga. Ya gak sih?”, jawab Kak Anna semampunya.
“Ya, gue agak gimana sih, soalnya kita aja nggak semuanya anak Permias beneran, lah ini cuma berdelapan, eh bisa ke Kanada”, jawab Chandra beropini.
“Tapi yaudah lah, mungkin ini emang udah rejeki kita, Chan. Nikmatin aja, ya toh?”, jawab Gilang tetap dengan logat Yogyakartanya.
Semua masih ramai. Semua bahagia. Kami pun saling berpelukan sebagai rasa syukur dan bahagia kami. Aku dan Eugene? Hmm, agak canggung sih saat memeluknya, meskipun aku sudah tahu rasanya dipeluk oleh koko tampan seperti Eugene, tapi mungkin karena baru tiga minggu berpacaran dan belum terbiasa ‘go public’ di depan teman-teman Batik Day, jadi tetap saja ada rasa canggung.
Sekitar dua jam kemudian, setelah bercengkrama ria, kami harus pulang ke rumah masing-masing. Ya, karena besok bukan akhir pekan, dan besok pula semua teman-teman Batik Day harus kuliah. Rasanya memang tidak ingin meninggalkan mereka semua, terlebih Eugene. Ah, laki-laki ini memang selalu membuatku ingin selalu berada didekatnya. Yah, maklum, namanya juga sama pacar sendiri. Hehehe. Aku bersyukur karena saat ini bisa memandangnya setiap hari tanpa harus ketahuan oleh enam Mahasiswa Indonesia yang tidak berdosa itu. Aku pun sekarang bebas kalau mau memandang foto profil Whatsapp Eugene yang sedang memakai kacamata hitam dan bergaya di depan patung Liberty kapan saja dan dimana saja. Dasar, tampan!
Oh ya, bicara soal Patung Liberty, aku jadi teringat tiga minggu lalu aku dan Eugene saling melempar senyum, melempar canda, dan saling mengakui sesuatu yang berasal dari isi hati kami. Ya, Patung Liberty menjadi saksi. Saksi bisu antara dua manusia yang saling malu-malu kuda nil untuk saling menyatakan perasaan. Tapi untungnya lelaki keren ini mau duluan untuk mengakui isi hatinya. Pria hebat!
Lalu sehari setelahnya, semua teman-teman Batik Day 2018 ramai dan ribut membicarakan jadiannya diriku dengan Eugene. Itu semua karena foto profil Whatsapp kami berdua masing-masing berlatar belakang Patung Liberty. Bedanya Eugene bergaya sok keren walau memang aslinya keren, dan menggunakan kacamata hitam. Entah untuk menghindari terik matahari atau bersembunyi dari orang-orang bahwa matanya yang segaris itu. Sedangkan aku bergaya mengantungi kedua tanganku ke saku jaket sambil menghadap belakang dan menoleh ke arah kamera dan senyum riang.
Sebenarnya bukan hanya dari foto profil itu saja yang kemudian membuat semua orang gempar, namun juga aku dan Eugene sama-sama posting foto kami berdua sedang selfie namun hanya memerlihatkan setengah wajah saja dari hidung ke atas dan sisanya pemandangan patung Liberty ke akun Instagram dan Whatsapp Story kami masing-masing.
Dengan foto yang sama aku membuat keterangan :
When Liberty becomes a witness
Sedangkan Eugene membuat caption dengan dua emoji yang berbeda, yakni patung Liberty dan tanda hati dengan panah ditengahnya.
Semua orang yang tidak tahu, seperti teman-temanku di Indonesia, hanya memberi Like saja di Instagram. Lumayan lah, dengan foto yang aku posting itu, aku bisa mengantungi sekitar 80an Likes dari teman-teman yang mem-follow-ku. Sedangkan semua anak-anak Batik Day 2018 langsung gempar dengan memberi komentar beragam. Kira-kira seperti ini :
@chndrstwn Fix cinta lokasi
@addhimaspw suiitt suiiiittttt eaaa eaaaa
@gilang_prasetyo Selamat ya guys. Jangan lupa undangannya. Loh piye iki. Cepete.
@fakumaladew demi apa cinta lokasi kak @chndrstwn? Aciyeeeeee. PJ PJ!
@ariannabukangrande puji Tuhan gak sia2 gue jadi makcomblang. Fix gua ceburin lu berdua ke kolem ikan Central Park wkwkwkwk
@fikri555 asik peje dong kak

Nah lihat kan? Hanya mereka berenam yang bikin keributan di kolom komentar fotoku. Tidak ada komentar lain selain dari mereka. Memang sakit jiwa. Bagaimanapun aku senang karena meskipun mereka hanya bercanda dengan komentar-komentar konyol itu, atau bisa dibilang hanya reaksi wajar, namun pada intinya mereka masih mempedulikan diriku dan Eugene, itu tandanya mereka sayang pada kami. Wow.
Lupakan sejenak keributan yang dibuat teman-temanku tiga minggu lalu. Ngomong-ngomong setelah rapat tadi, aku pulang diantar Eugene. Bukan karena kami masih ingin berduaan, tapi Eugene mau mengambil charger handphone nya yang tertinggal di kamar ku minggu lalu. Ah, dasar pelupa. Untung katanya ia punya cadangan jadi tidak terlalu bermasalah baginya. Tapi tertinggalnya charger di rumahku membawa dampak positif, yakni yaa yang tadi kusebutkan itu, kami jadi punya injury time untuk bertemu. Ah macam sepakbola saja ada injury time segala, Yureka.
Kalau dulu, untuk memulai sebuah percakapan diantara kami berdua rasanya sangat sulit, malu-malu lumba-lumba, lidah susah digerakkan, padahal ngomong yaa tinggal ngomong. Tapi namanya dengan gebetan pasti memang rasanya susah sekali. Tapi kali ini sudah tidak lagi. Yaa, meskipun kadang masih suka begitu, tapi intinya sih berkurang 30%. Lumayan.
“Kamu seneng nggak dengernya?”, tanya Eugene.
“Denger apa?”, tanyaku bodoh atau pura-pura tidak tahu. Beda tipis.
“Yang tadi dibilang Kak Anna, loh. Ke Kanada itu”, perjelas Eugene. Lelaki ini memang super sabar.
“Ohhh. Hahahah. Maap, Yang, nggak connect, laper. Hahaha. Ya, seneng banget lah. Soalnya dulu aku pernah kepikiran buat kuliah disana. Tapi katanya dingin banget di Kanada jadi nggak jadi deh”, jawabku sambil malu-malu rusa betina.
“Tapi akhirnya tahu juga kan kalau New York juga nggak kalah dingin”, jawabnya penuh kharisma.
“Iyaa. Lebih parah malah kayaknya. Hahaha”, jawabku masih tersipu malu. Pipi merona walau tanpa blush on.
Btw, tadi kenapa telat?”, tanya Eugene soal mengapa aku datang terlambat.
“Oh yang itu. Biasa, dosennya kebanyakan ngomong. Udah sering malang melintang di TV jadi public speakingnya kelewat bagus. Dan sama dia nggak bisa nyelonong boy pergi meninggalkan ruang kelas.” Jawabku panjang lebar sambil mencari kesempatan menggandeng tangan Eugene dengan alasan untuk menghangatkan tangan, padahal, ya, memang mencari kesempatan saja.
“Dosen yang kamu bilang ngelarang Mahasiswa ke kamar mandi itu?”, tanya Eugene penasaran.
“Iyaa. Ih kamu inget aja”, jawabku dengan posisi tangan kiriku yang berhasil disambut baik oleh tangan kanan Eugene.
“Dingin ya? Hmm, inget lah. Kamu kan ceritainnya waktu itu passionate sambil kesel gitu, jadi aku inget deh”, jawab Eugene sambil mengelus-elus punggung ku guna menghangatkan tubuhku yang memang agak kedinginan. 
“Dasar”, sambil menepuk pundaknya yang akhir-akhir ini aku tersadar lengannya tambah keras. Mungkin dia sering ke gym. Tapi nggak juga ah. Atau mungkin terlalu banyak mengangkut-angkut barang. Hmmm, setauku dia kerja part time setelah Batik Day usah hanya jadi tukang gambar sketsa saja di sebuah kantor agen casting. Dimana letak kerja kerasanya hingga menghasilkan otot besi?
Obrolan pun masih berlanjut sampai kami hampir sampai di depan apartemenku. Aku masih satu rumah dengan dua roomates ku Cassandra dan Salima. Hanya saja Salima minggu lalu baru akan memutuskan untuk pindah. Bukan karena Eugene terlalu sering ke apartemen atau tunangan Cassandra yang juga jadi sering ke apartemen kami akhir-akhir ini. Tapi aku memang tidak tahu pastinya mengapa Salima pindah. Tapi ketika ditanya, ia akan pindah ke Boston, ke rumah saudaranya. Ya, dia memang punya anggota keluarga yang tinggal disana dan katanya di Boston nanti ia akan mendapat pekerjaan tetap sebagai guru bahasa Arab di salah satu sekolah bahasa asing disana. 
Disatu sisi aku senang ia akhirnya telah mendapat pekerjaan yang layak di Amerika Serikat karena selama di New York, ia seperti luntang lantung, hanya mendapat pekerjaan kasar seperti menjadi pelayan restoran, kasir supermarket, dan bahkan ia pernah jadi tukang angkut sampah. Rasanya senang ketika mendapat kabar bahwa ia akan bekerja di tempat yang seharusnya ia berada. Ya, Salima memang berasal dari Libya, tapi jauh sebelum ia ke Amerika Serikat ia pernah mendapat gelar sarjana ketika ia kuliah di Mesir. Ia juga pernah tinggal di Maroko dan Tunisia bahkan di benua Eropa seperti Jerman dan Belanda. Pokoknya, dibalik pribadi yang tertutup dan patuh dengan peraturan personalnya, ia sosok yang cerdas dan mandiri. Di sisi lain, aku dan Cassandra pasti akan sedih karena bayar sewa kami masing-masing akan naik. Hmmm, bukan bukan, bukan perkara itu. Tapi kami akan merindukan sosok yang suka ceplas ceplos kalau bicara. Maksudnya Salima ini kalau ia tidak suka dengan sesuatu ia langsung bicara pada kami berdua. Artinya ia sangat menjunjung tinggi kejujuran dan keterbukaan.
Meskipun ia melarang laki-laki masuk ke rumah kami, tapi sebenarnya ada sosok dewasa nan keibuan yang diriku dan Cassandra temukan di dalam dirinya. Ah, pokoknya Salima akan selalu kami rindukan. Kami akan rindu omelannya saat pacarku dan tunangan Cassandra mampir ke rumah terlalu lama. Atau kami lupa menaruh piring kotor ke dalam wastafel. Ah, intinya Salima tidak akan terganti.
Saat ku beri tahu hal itu pada Eugene, ku lihat ada sedikit ekspresi puas nan menggembirakan yang ia tampakkan padaku.
“Kenapa? Seneng kalau dia pindah trus kamu bisa sering-sering ke apartemen, gitu? Hmm awas yaa. I watch you, loh”, jawabku serius.
“Nggak kok. Tapi yaa gimana yaa, Yang, abisnya kadang suka risih juga kenapa sih harus se-strict itu kalau punya peraturan. Kita kan di New York, apapun harus bisa toleransi. Yaa, di Indonesia nggak kayak gini sih, nah makanya karena kita nggak di Indonesia jadi harusnya lebih luwes”, jelas Eugene panjang lebar dan ku tak pernah mendengar ocehan Eugene seperti ini sebelumnya. Ternyata kalau sudah jadian kelihatannya sekali yaa aslinya.
“Ya, yang terpenting sih saling respect sama rules masing-masing, Yang. Kamu mau nggak kalau peraturan mu di sengutin sama 3 roomates mu itu?”, lemparku masih serius.
“Ya nggak lah”,
“Nah makanya”
Saat akan membuka pintu rumah, ada Jamie Harold Whitley yang menuruni anak tangga dari apartemennya di lantai 4 dan entah akan pergi kemana ia.
Dalam hatiku hanya “Duh dia lagi”. Ya, kami memang sudah saling minta maaf dan sudah seperti teman pada umumnya. Tapi entah mengapa saat ia tahu kalau aku dan Eugene sudah jadian, ia tetap mendekatiku. Entah ini hanya perasaanku saja atau bagaimana. Memang tidak seperti dulu sih, yang sampai tiap akhir pekan membuatkan ku pai coklat atau memberiku sebatang coklat susu, tapi tetap saja kan risih aku dibuatnya. Tapi berhubung kami ini bertetangga yaa jadi sudah aku anggap seperti keluarga sendiri.
Yureka?”, sapa Jamie.
Hey, you. My neighbor. How’s going?” jawabku kepada Jamie sambil tidak terasa masih memegang tangan Eugene.
Great. Everything’s fine. I heard Salima will move soon?”, tanya Jamie.
Yeah. She is in her final decision. I’m so sad, Cassandra too. But, we can’t do anything. We hope that it’s gonna be very good for her.” jawabku masih mengandeng tangan Eugene.
I hope so. Hey, Eugene. How are you?”, sapa Jamie kepada pacar gantengku.
Good. How are you?”, jawab Eugene yang akhirnya melepas gandenganku untuk berjabat tangan dengan Jamie.
It’s getting colder outside. New York. You know”, jawab Jamie basa-basi soal cuaca. Ah, tipikal orang bule ya begitu, tiap bertemu pasti membahas cuaca.
Of course.” Jawab Eugene singkat.
Where you’re going, anyway?” tanyaku pada Jamie.
I’ll meet some friends at a Bar. Just talk each other. It’s been more than a week no seeing them.” Jawab Jamie.
You look pretty busier, aren’t you?”, tanyaku lagi.
Yap, I must have an extra hours last week. I filled up several days off, so, better to do extra hour and… days off. It was crazy but no problem.” Jawab Jamie panjang lebar.
So, you’re having a trip or something?”, tanyaku lagi. Begitu terus, tanya terus sampai imlek.
Technically not, but I would say I have to see my brother in San Francisco next week. It’s his birthday. Both my parents will come. So, why not to join and have kind of a week off to go there”, jawab Jamie terdengar masuk akal. Ya, iyalah. Kan mau kumpul keluarga, tidak masuk akal dari mananya, Yureka?
Ah, great. Have fun, then. Well, have a nice night”, jawabku menutup perbincangan.
You too guys. Bye.” Jawab Jamie kemudian mendekati Eugene lalu pergi.
Ya, saat Jamie melewati Eugene, ia seperti membisikkan sesuatu pada Eugene. Entah apa yang ia katakan, aku tidak mendengar sama sekali.
Eugene hanya menggeleng kepala tanpa menjawab satu kata pun dari Jamie. Ekspresinya juga sedikit agak marah.
Jadi, apa sebenarnya yang diucapkan Jamie pada Eugene tadi?

- BERSAMBUNG -


Lanjut Episode 2 --> Double Yu S2E2

Comments

Popular posts from this blog

Kumpulan Cerita Bersambung : DOUBLE YU - SEASON 1 (karya Yulia Sutjahjono)

"Langkah-Langkah Menjadi Volunteer (Relawan)" Part 2

Langkah-Langkah Menjadi Volunteer (Relawan) Part 1