DOUBLE YU SEASON 3 - Episode 3 : "Kilas Balik Masa Lalu"


Double Yu – Season 3
Episode 3 : “Kilas Balik Masa Lalu”

(Courtesy of Pinterest)

Yureka. Februari 2021. Masa Depan.
Menulis buku harian mungkin bukan hal yang aneh bagi sebagian besar orang karena masih banyak orang-orang di luar sana yang memanfaatkan secarik kertas dan bolpoin untuk mencurahkan isi hatinya. Ya, meskipun ku tahu di zaman serba digital ini ada banyak juga yang curhat di aplikasi notes di smartphone mereka, atau mungkin malah lebih suka curhat lewat sosial media ketimbang menulis di buku harian. Apapun itu, ya terserah saja. Asalkan bisa menanggung risikonya kalau sampai curhatannya tersebar di dunia maya dan menjalar kemana-mana, aku rasa tidak akan menjadi bencana.
Gara-gara mendadak in blue pasca menceritakan kisah cintaku di depan junior-junior almamaterku seusai menjadi pembicara seminar, plus menemukan buku catatan di kamar tidurku yang sudah lama tidak aku gubris, aku akhirnya punya ide gila untuk menulis nama-nama mantan gebetan atau orang-orang yang pernah aku taksir di zaman sekolah dan atau kuliah dulu. Aku tidak tahu angin dari mana yang membuatku mendadak ingin melakukan ide gila ini. Pun tidak ada motivasi khusus melakukan hal ini. Tapi memang sejak lama, entah mengapa, aku sudah sempat kepikiran untuk melakukan hal yang mungkin tidak ada gunanya ini. Tapi siapa tahu ada secercah nilai moral yang bisa diambil dari kegiatan kilas balik masa laluku ini.

Baiklah, ini dia. Mereka adalah :
1.      Brian
2.      Raka
3.      Adit
4.      Alvin
5.      Mottano
6.      Dias
7.      Filo
8.      Afif
9.      Helmi
10.  Reyno
11.  Dipa
12.  Satya
13.  Nabil
14.  Febrian aka Ian
15.  Rasyid
16.  Andri
17.  Randy
18.  Yonathan
19.  Gilang (bukan Gilang anak Batik Day)
20.  Reymond
21.  Fadil
22.  Eric
23.  Adam Wang
24.  Luthfi
25.  Jamie
26.  Marlon
27.  Eugene

Yap, itu dia, My 27 Ex-Crushes. Banyak yaa. Hehehe. Mungkin ada lebih dari itu jumlahnya tapi yang paling aku ingat dan paling berkesan yaa ke-27 pria ini. Meskipun jumlahnya terkesan banyak, tapi kalau diruntut dari aku kelas 1 SMP hingga aku usia 25, aku rasa persentase rata-ratanya tidak terlalu parah. Ya, begitu lah pokoknya.
Mereka semua datang dari berbagai kalangan dan bertemu mereka pun juga dari beragam kesempatan. Ada yang teman satu sekolah tapi beda kelas, ada yang kakak kelas di sekolah, ada juga teman satu ekskul, atau adik kelas yang sering papasan setelah sholat di mushola sekolah, teman satu tempat les, atau yang paling banyak adalah teman satu kelas. Kalau waktu kuliah, rata-rata adalah teman satu jurusan, atau teman satu fakultas yang pernah mengadakan acara bareng di kampus, teman satu organisasi di kampus, teman satu angkatan waktu kuliah di New York, sampai teman satu Indonesia yang jadi panitia bahkan satu divisi bareng waktu acara Batik Day di New York dulu. Kalau yang terakhir, kalian tahu lah siapa orangnya. Yuhuuu.
Karena akan sangat melelahkan kalau aku ceritakan satu-persatu semua cerita dibalik kejadian naksirku dengan 27 laki-laki di atas, maka kuputuskan untuk meringkasnya menjadi 5 saja. Ya, ada lima mantan gebetan yang menurutku paling berkesan dan tentu cerita dibaliknya mengandung arti yang bisa dijadikan pelajaran berharga yang harus diingat sampai kapanpun. Kalau bisa akan aku ceritakan ke anak-anak dan cucu-cucuku di masa depan supaya mereka tidak bodoh bertindak seperti waktu aku mendekati 27 pria tersebut.
Namun, dibalik indahnya menaksir 27 manusia itu, tidak semua berakhir bahagia. Oh, kecuali dengan Eugene. Hehehe. Maksudku, meskipun di awal-awal pendekatan halus, mulus, dan lancar seakan tidak ada polisi tidur, ujung-ujungnya berakhir yaa begitu saja. Kebanyakan dari mereka waktu aku taksir sudah punya kekasih. Klasik bukan? Sekali kepo di Facebook atau Instagram-nya, tadaaaa, sudah bergandengan tangan dengan perempuan lain. “Siapa tahu itu ibunya, Yur”. Hmmm memang ibu mana yang melahirkan anaknya di usia balita sehingga saat ia sudah beranjak dewasa anak laki-lakinya juga ikutan beranjak dewasa? Ayolah, yang benar saja. Aku kan tahu bedanya orang tua dengan anak muda.
Ada juga yang kandas karena… karena dia suka dengan laki-laki. Ya, orientasinya berbelok ke arah yang lain. Oh Tuhan, ampuni dosa-dosa mereka! Pertanda kiamat sudah dekat mungkin memang benar adanya. Bagaimanapun, dari kejadian itu aku jadi lebih berhati-hati sekaligus mendoakan mereka agar mereka segera ‘sembuh’.
Tapi yang beberapa kali yang sering aku alami juga adalah karena setiap kali cowok yang aku taksir waktu itu tahu kalau aku suka dengannya, berimbas pada mereka yang seakan berjalan mundur dan menghilang dari peredaran radarku. Aku tidak tahu apakah mereka takut padaku, malu, atau memang begitu cara pria menolak wanita secara halus yang bukannya mendinginkan hati malah tambah bikin sakit hati. Dan sampai sekarang aku pun tidak tahu apa alasan sebenarnya.
Tapi dari kejadian-kejadian yang aku sebutkan barusan, aku belajar untuk lebih mengkontrol emosi dan perasaanku apabila aku sedang berada di radius 2-3 meter darinya. Kadang, entah mengapa setiap kali aku berada di dekat pria-pria yang kala itu tengah aku gebet, aku secara otomatis jadi mendadak hiperaktif, jadi banyak tingkah, jadi banyak kelakuan yang aneh-aneh. Seperti contohnya, aku tertawa terbahak-bahak karena misalnya sedang membicarakan hal-hal lucu dengan teman-temanku sampai sangat nyaring yang mungkin seantero Kota Jakarta mendengar. Atau aku melakukan sebuah ‘atraksi’ misalnya nyanyi-nyanyi nggak jelas yang justru membuat mereka ilfil padahal maksud hati supaya mereka notice padaku. Pada kenyataannya, memang tidak ada yang menggubris keberadaanku saat itu, sama sekali. Na’as.
Ya, ujung-ujungnya aku hanya menelan pahit saja. Mau berusaha lebih keras atau paling keras pun pasti akan aneh. Kan aku perempuan. Begitulah sekiranya semua teman-teman atau anggota keluargaku memberitahuku. “Cewek tuh nunggu aja, duduk manis nunggu cowoknya deketin. Jangan kamu yang deketin, Yur”, atau “Kalau cewek duluan yang maju atau terlalu agresif nanti malah cowoknya yang minder loh”. Padahal kalau dipikir-pikir, teori dari mana atas semua pernyataan itu? Kalaupun memang benar, aku melakukan hal yang fatal begitu yang membuatku bisa dihukum cambuk 100x? Kan tidak juga.
Tapi ya aku akui memang itu sudah hukum alam. Dimana-mana pria yang mendekati wanita, bukan sebaliknya. Meskipun tidak adil karena kita tidak punya kesempatan untuk memiliki seseorang yang kita sukai, tapi memang ada benarnya. Ya, meskipun mungkin di luar sana ada sepersekian persen wanita yang berhasil jadian dengan cowok yang dia taksir, tapi pasti hanya sedikit. Kalau aku? Hehehe. Bersyukurnya Eugene yang mendekati duluan walau disaat yang bersamaan atau bahkan sebelum hal itu terjadi, aku sudah terlanjur mengaguminya.
Baiklah mari bercerita tentang lima pria yang pernah menjadi pria teristimewa melebihi martabak Bangka yang pernah aku sukai. Oh yaa tentunya Eugene akan masuk ke dalam daftar ini. Kan sudah kubilang, aku suka duluan sebelum akhirnya Oppa Korea ini berhasil mendekatiku bahkan membuat happy ending denganku. Hehehe.
Lima ‘mantan gebetan terindah’ antara lain:
1.      Mottano
2.      Nabil
3.      Adam Wang
4.      Eugene
5.      Jamie

1.      Mottano Achmad Heiglsyah
Panggilannya Motta atau aku manggilnya Kak Motta karena dia adalah kakak tingkatku sewaktu sekolah SMA dulu. Aku bisa mengaguminya karena kami pernah satu kelas waktu ujian tengah semester alias UTS. Jadi di zamanku sekolah SMA, kalau UAS atau UTS itu masing-masing tingkatan kelas dicampur dengan tingkat kelas lainnya. Misalnya yang kelas 10 digabung dengan kelas 12 atau kelas 11 dan lain sebagainya. Dan saat itu aku kelas 10 dan Kak Motta kelas 12. Karena nama kelas ku 10 D, jadi kelasku digabung dengan kelas 12 IPA D, dan Kak Motta saat itu berada di kelas 12 IPA D.
Kami juga bisa satu kelas karena abjad nama. Jadi satu kelas akan terbagi menjadi dua kelas berbeda tapi tetap digabung dengan kakak tingkat yang kelas 12 IPA D tadi. Nama yang huruf depannya berawalan A sampai K, akan dimasukkan ke satu kelas yang sama, baik kelas 10 D maupun 12 IPA D. Sedangkan yang huruf depan namanya berawalan L – Z akan dimasukkan ke kelas satunya lagi. Karena inisial namaku Y dan Kak Motta berawal M, jadi tahu dong kenapa kami bisa satu kelas. Uyeaaahh.
Awalnya aku biasa saja melihat Kak Motta karena secara fisik kebetulan dia juga biasa saja. Cakep sih orangnya, putih gitu, tapi dia nggak tinggi-tinggi amat. Maklum lah zaman sekolah kan masih punya tipe cowok yang super ideal dan perfect gitu. Tapi Kak Motta badannya kurus dan malah agak pendek. Aku agak minder waktu tahu aku suka dengannya karena aku sadar bahwa kami tidak akan pernah dicocok bila disandingkan bersama atau berdiri berdampingan. Ya, secara badanku bongsor seperti ini, jadi kurasa tidak akan pernah cocok. Tapi kalau untuk sekadar suka sih yaa nggak masalah dong. Hahaha. 
Aku juga tidak pernah mengerti mengapa aku bisa sekagum itu dengan Kak Motta saat itu. Mungkin karena dia tampan dan rupawan. Ah dari dulu Yureka memang selalu begitu. Tidak ada alasan lain selain tampan dan rupawan. Tapi seingatku ada alasan lain mengapa aku bisa suka dengan Kak Motta. Salah satunya adalah Kak Motta tergolong anak berprestasi di sekolah.
Yang namanya suka atau naksir pasti nggak lepas dari yang namanya penasaran bahkan kepo. Akhirnya aku memulai aksiku dengan mengorek-korek informasi tentang Kak Motta lewat beberapa orang termasuk ke teman sekelasku yang pernah satu bangku dengan Kak Motta waktu UTS itu dan juga sampai berani tanya ke teman sekelas Kak Motta yang juga kebetulan satu tim jurnalis di sekolah, Kak Indri. Oh ya, gini-gini aku pernah ikut gabung ke tim jurnalis sekolah loh. Keren yaa Yureka. Hehe. Padahal aku dan Kak Indri nggak deket-deket amat, tapi demi gebetan terganteng saat itu, aku rela melakukan apapun demi mendapat segenggam informasi tentangnya.
Setelah mendapat banyak informasi dari berbagai sumber, diketahui bahwa Kak Motta adalah anggota tim basket sekolah. Dia juga pernah ikut memenangkan lomba Olimpiade Sains Nasional mewakili sekolah waktu dia kelas 10. Ditambah dia juga aktif di beberapa ekskul di sekolah. Nah aku bilang juga apa, aku bisa kagum sama dia karena dia punya segudang prestasi yang tentunya bisa menginspirasi anak muda lainnya kala itu. Betul-betul pria idaman, bukan?
Informasi lain mengatakan kalau Kak Motta ini anak orang kaya. Rumahnya saja di daerah Pondok Indah. Benar-benar di Pondok Indah, bukan pinggirannya. Ayahnya adalah seorang anggota komisaris di beberapa perusahaan, salah satunya perusahaan tambang yang aku lupa namanya apa. Sedangkan ibunya adalah seorang diplomat sekaligus dosen Fisika Nuklir UI yang dinaturalisasi dari Warga Negara Rusia menjadi WNI dan beliau asli keturunan Rusia-Uzbekistan. Jadi bisa dikatakan Kak Motta punya darah keturunan Indonesia dan Rusia plus Uzbek. Hmmm, benar-benar sempurna. Tapi setelah dipikir-pikir, pantas saja aku dapat jodoh seperti Eugene yang punya darah keturunan dari 3 negara. Ternyata cikal-bakalnya berawal dari naksir dengan Kak Motta yang berdarah campuran itu.
Satu dua informasi saja tidak cukup. Rupanya aku semacam kecanduan kepo-kepo soal Kak Motta. Mulai dari mencari informasi tentangnya lewat Facebook dan Friendster. Ya, maklum zaman dulu dua sosial media itu masih tenar. Lalu saking niatnya, aku bahkan tanya-tanya ke beberapa guru yang ku anggap sangat nyaman untuk ditanya-tanyai. Hmm sebentar, pantas saja aku berhasil masuk tim jurnalis sekolah, ternyata aku juga sudah punya cikal-bakal menjadi reporter sejak usia belia. Ya, meskipun sekarang sudah ‘purna’ berada di bidang jurnalistik dan malah jadi penulis skenario.
Baiklah lupakan sejenak hal itu. Intinya semakin aku menggali informasi seputar Kak Motta, semakin aku suka dengannya. Padahal, lucunya, aku tidak pernah ngobrol langsung dengannya. Hingga suatu hari, teman sebangkuku, Tania, menyindirku karena aku selalu punya cerita baru seputar Kak Motta, tapi aku tidak pernah berkenalan langsung dengan orangnya. Awalnya aku memang hanya ingin tahu seputar Kak Motta karena selain dia tampan dan rupawan, dia juga sangat inspiratif, makanya semakin aku tahu latar belakang dirinya, semakin aku mengaguminya. Tapi Tania ada benarnya juga, aku harus keluar dari zona nyamanku dan harus berani berkenalan langsung dengan Kak Motta.
Hingga suatu hari, saat rapat dengan tim jurnalis sekolah yang kala itu memang rutin dilakukan dua minggu sekali guna menentukan tema baru untuk koran sekolah kami, aku tetiba punya ide untuk mewawancarai siswa-siswa di sekolah yang pernah menang lomba-lomba. Tujuannya adalah untuk mencari sosok-sosok inspiratif yang bisa memotivasi teman-teman dan seluruh warga sekolah. Dan dengan gamblangnya, aku katakan pada seisi tim “Gue mau wawancarain Kak Mottano, anak 12 IPA D yang pernah menang OSN dua tahun lalu”.
“Apa alasannya lu mau wawancara dia, Re?”, tanya Kak Shahnaz, ketua Tim Jurnalis Sekolah.
“Hmm dia kan kalo nggak salah siswa pertama yang menang wakilin sekolah waktu OSN di tahun itu. Kata Bu Wina, sekolah kita sebelumnya selama 3 atau 5 tahun nggak pernah menang OSN lagi. Trus gara-gara Kak Motta sama timnya waktu itu, sekolah kita menang lagi. Dan dari situ, sekolah kita menang terus setiap tahunnya. Keren kan berarti?”, jawabku semangat.
“Oh yaa gue juga pernah denger katanya dia pernah wakilin tim basket sekolah lawan sekolah lain se-Jakarta. Nggak menang sih, tapi juara harapan berapa gitu. Lumayan loh”, sanggah Meuthia menanggapi ideku.
“Tuh bener kan. Gue nggak bohong”, tanggapku membela diri.
“Hmmm. Boleh juga. Oke. Berarti Yureka udah bisa mulai interview si Kak Motta yaa. Tulisan lu gue tunggu maksimal 2 minggu lagi”, jawaban Kak Shahnaz menandakan aku dapat lampu hijau darinya.
Dari situ lah aku berani menghampiri Kak Motta ke kelasnya. Di suatu jam istirahat sekolah, aku menghampiri kelas Kak Motta yang letaknya dekat kantin. Lumayan aku jajan es teh dulu waktu itu supaya tidak terlalu gugup. Setelah itu aku tanya Kak Motta dan bertanya apakah dia bersedia aku wawancara untuk keperluan koran sekolah. Beruntungnya dia mau dan malah menawarkan interview-nya di luar sekolah. Wah semakin kagum tapi tetap gugup aku dibuatnya.
Setelah interview di sebuah warung mie ayam dekat sekolah, gilanya aku malah makin tergila-gila dengan Kak Motta. Tapi sepertinya kekagumanku membuat Kak Motta terganggu. Beberapa kali aku SMS dan chat di Facebook, dia tidak membalasnya. Mungkin dia mulai tahu aku suka sama dia, jadi dia mulai agak jaga jarak.
Sampai suatu hari, sampai hari kelulusan anak kelas 12 tiba, aku sudah tidak pernah bertemu Kak Motta lagi. Begitu pun dengan SMS atau chat di Facebook yang juga dia abaikan. Yaa, meskipun dia tidak nyaman dengan kenyataan bahwa aku menyukainya, tapi aku tidak akan pernah melupakan segala usaha dan upayaku untuk cari tahu tentang Kak Motta, terlebih kekagumanku memang murni karena berawal dari prestasinya yang menggunung mencapai angkasa.
Tapi beberapa tahun kemudian, aku iseng cek Facebook-nya lagi. Seperti yang sudah kuduga, dia sudah punya kekasih. Diketahui pacarnya kala itu bernama Cindy. Oh ya, setelah lulus SMA, Kak Motta melanjutkan studinya di UI, di jurusan Teknik Metalurgi. Semoga dia masuk UI bukan karena gara-gara ada ibunya yang bekerja disitu. Dasar, pelaku Conflict of Interest. Eh tapi nggak heran sih, Kak Motta kan memang pintar, jadi siapa tahu dia murni masuk UI karena prestasi dan kecerdasannya.
Pacarnya si Cindy itu juga anak UI kalau tidak salah ingat. Mungkin satu fakultas atau mungkin satu jurusan. Bodo amat juga. Tapi melihat foto-foto mereka yang mesra yang mereka post di Facebook, ya hatiku agak cenat-cenut sih jujur saja. Tapi mau bagaimana lagi. Si Cindy juga cantik, kurus, putih, dan rambut panjang terawat, jadi pasti mau lah dipacari Kak Motta yang ganteng dan pintar itu.
Gagal sudah punya pacar tampan, pikirku kala itu.
Baiklah kita lanjutkan ke cerita kedua.

2.      Muhammad Nabil Hassan
Selanjutnya ada pria bernama Nabil. Nama lengkapnya Muhammda Nabil Hassan. Dia adalah adik tingkatku di jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Paramadina. Meskipun beda satu angkatan, tapi aku mulai dekat dengan Nabil karena kami mengurus acara bersama. Saat itu kami tergabung menjadi panitia Festival Kebudayaan Indonesia yang diadakan oleh BEM Universitas, dan perwakilan dari jurusan Ilmu Komunikasi ada 5 orang. Aku dan Nabil salah duanya.
Eh tunggu, pantas saja aku menikahi dengan Eugene. Kan Eugene beda 2 tahun denganku, aku yang lebih tua darinya. Hmm, berarti gara-gara suka sama Nabil adalah sebenarnya pertanda bahwa itu merupakan cikal-bakalku jadian dengan orang yang lebih muda dariku. Hehehe.
Dari situlah aku jadi dekat dengan Nabil. Mulai dari jadi sering makan siang bareng sampai suatu hari dia mengajakku nonton ke bioskop dan makan malam di luar. Ya, hanya di Mall sih, di Kota Kasablanka malah, mall sejuta umat se-Jakarta Selatan. Tapi gara-gara itu, kalian harusnya tahu akibatnya. Ya, akibat terlalu sering bertemu dan berkomunkasi dengan seseorang, benih-benih cinta pun tumbuh. Tapi, sayangnya benih yang tumbuh itu hanya di potku saja. Di potnya Nabil tidak. Tidak sama sekali.
Satu hari, dua hari, satu minggu, dua minggu, sampai dua tahun kami jalan bareng, Nabil tidak pernah sama sekali menyatakan perasaannya atau setidaknya mengaku sesuatu kepadaku. Aku tahu sih sebenarnya dia lebih suka dengan yang lain, kalau tidak salah satu angkatannya tapi beda fakultas dengan kami. Sedih memang menghadapi kenyataan bahwa orang yang kita kagumi tidak mengagumi kita kembali, dan malah lebih suka dengan orang lain. Tapi dari kejadian dengan Nabil ini, tentu aku belajar sesuatu. Aku belajar bahwa aku harus bisa mengendalikan perasaanku setiap kali aku mulai suka dengan seseorang. Aku harus bisa menahan rasa ‘baper’ yang ada hingga aku akhirnya tahu apakah orang yang kita kagumi itu ada kesempatan untuk mengagumi kita juga atau tidak. Plus, yang paling penting adalah aku belajar untuk tidak terlalu memasang ekspektasi terlalu tinggi kepada siapapun aku dekat atau naksir. Biarkan mengalir saja seperti air di sungai Banjir Kanal Timur.
Bagaimanapun, aku tetap dan selalu ingin berterima kasih pada Nabil. Karena dirinya, aku juga bisa merasakan apa yang namanya “Kencan” bahkan “Kencan Pertama”, walaupun hanya di Kokas saja.
Ya, karena memang sebelum-sebelumnya aku tidak pernah jalan dengan cowok manapun. Jangankan pacaran, nge-date saja tidak pernah. Jangankan nge-date, yang ngajak juga tidak ada. Jadi, tetap saja Nabil adalah ‘pahlawanku’ karena dia orang pertama yang ‘melepaskanku’ dari belenggu kesendirian di malam minggu kala itu. Thank you so much, I am sorry, Good bye, Nabil!
Lepas dari cerita dengan Nabil, si Pemberi Harapan Palsu, pria selanjutnya seharusnya tidak asing lagi di kalangan para Yureka Lovers. Apa-apaan ini? Memang sejak kapan aku punya fans? Ya, baiklah kita lanjutkan ke mantan gebetan berikutnya.

3.      Adam Shadiq Muntashir Wang
Pria berdarah Melayu-Hongkong ini aku kenal lewat kegiatan pertukaran pelajar yang aku lakukan di Penang, Malaysia waktu masuk semester 5 dahulu kala. Ya, setelah asyik ‘menikmati’ cem-ceman orang lokal alias orang Indonesia, aku kembali menyukai pria berdarah campuran. Aku bisa suka lagi dengan cowok mix blasteran sepertinya bukan semata-mata salahku atau salah siapa-siapa. Aku rasa, ini adalah salahnya dia sendiri yang menjadi anak mix dan menjadi cowok ganteng sehingga membuatku terbutakan sanubariku untuk tetap menyukainya!!!
Ya, pria itu tidak lain tidak bukan adalah Adam Wang. Almamater KDU College Penang yang menjadi person in charge waktu aku dan teman-teman kampusku melakukan exchange di kampus KDU College Penang sekitar tahun 2013 silam. Pria yang juga muncul kembali di permukaan hidupku waktu aku masih kuliah di New York dulu. Menyebalkan. Tapi ternyata setelah aku kenalkan pada Eugene dan juga saling berkenalan dengan Tiara, kami malah jadi double date bareng berempat. Lucu sekali. Double date dengan mantan gebetan dan pacar sendiri itu adalah hal teraneh yang pernah aku alami.
Tapi untungnya tidak ada hal aneh lagi yang aku alami setelah itu. Meskipun aku bersikeras untuk tidak terlalu dekat atau akrab dengan Adam dan Tiara karena aku tahu Adam pernah mengecewakanku, tapi atas nama kemanusiaan, aku tetap menjalin hubungan baik dengan mereka. Salah satunya dengan datang ke pesta pernikahan mereka waktu di Bandung. Namun sayangnya akhir-akhir ini aku lost contact dengan mereka. Entah kenapa begitu. Hey, ini bukan kesengajaanku melakukan hal itu. Aku tetap ingin bersilahturahim kok dengan mereka. Tapi mungkin memang keduanya sedang sibuk dengan urusan masing-masing, akhirnya kami jadi jarang komunikasi lagi.
Seingatku, aku bisa naksir dengan Adam karena dia pernah mengajakku makan snack bareng malam-malam dan mengajakku pergi keliling Kota Georgetown, meskipun pada kenyataannya ada Hamidah juga waktu itu. Ya, kami jalan-jalan karena di hari group trip, aku waktu itu sakit karena flu hebat dan demam. Jadi sebagai gantinya, aku tetap jalan-jalan tapi hanya ditemani dua panitia saat itu. Yaa itu, si Adam dan Hamidah. Meskipun Hamidah secara langsung merusak atmosfer bahagiaku yang sebenarnya ingin private dengan Adam, tapi hal itu tidak menghalangiku untuk tetap naksir Adam.
Setelah exchange selesai pun, chat Whatsapp antara aku dan Adam pun masih berlanjut. Meskipun, beberapa bulan kemudian, hati ini cenut-cenut dibuatnya karena ia membawa pacar baru saat ia bertandang ke Jakarta, Indonesia. Sedih? Oh jelas. Marah? Ya, begitulah. Tapi aku sudah ikhlas. Ikhlas se-ikhlas-nya. Biarkan mereka bahagia. Dan malah sekarang kan juga sudah menikah. Hey, aku juga sudah menikah, dengan Eugene pula. Jangan khawatir.
Cerita taksirku dengan Adam Wang memang pahit bak makan ampas kopi luwak. Tapi pernah suka dengan Adam Wang justru bagiku pribadi merupakan sebuah pertanda dari Yang Maha Kuasa bahwa aku akan berakhir dengan pria keturunan Tiong Hoa semacam Adam. Dan benar saja, beruntungnya beberapa tahun setelahnya, aku menemukan pria yang satu ini. Pria yang menjadi tambatan hatiku, jagung manis kembang gula bakpao kacang merahku forever more. Pria yang berhasil menghalalkanku menjadi istrinya.

4.      Parama Eugene Oetomo
Setelah kekagumanku pada Adam Wang sudah benar-benar off –meskipun sempat tidak bisa move on beberapa saat– beruntungnya aku berhasil menemukan pengganti yang super duper bonafit. Lebih dari Adam Wang apalagi Kak Motta bahkan Nabil. Yap, Eugene. Aku rasa ceritaku dengan Eugene sudah clear, sudah jelas sejelas-jelasnya. Tapi yang ingin aku utarakan adalah rasa syukurku yang teramat besar dan tidak akan pernah berhenti aku ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Memiliki Kehidupan. Aku sangat amat super duper bersyukur kepadaNya karena akhirnya ada seseorang yang menerima perasaanku tanpa berjalan mundur menjauhiku, bahwa ada seseorang yang menerimaku apa adanya yang benar-benar apa adanya seperti Yureka yang memang tidak ada apa-apanya ini.
Meskipun aku sudah bilang kalau seorang perempuan kurang wajar kalau menyukai laki-laki terlebih dahulu bahkan kurang elok kalau mendekati laki-laki duluan, tapi dengan Eugene, aku membuktikan pada semua orang bahwa semua wanita berhak mencintai dan juga dicintai. Intinya, mau cewek atau cowok yang suka duluan, when someone falls for love with somebody, she/he deserves to be loved back.
Aku bersyukur bahwa ketika aku yang suka Eugene lebih dulu, tapi nyatanya Eugene juga naksir padaku, sampai akhirnya kami jadian, tunangan, dan sekarang sudah punya buku nikah. (Hehehe). Bagaimanapun, kalau sudah jodoh memang tidak akan lari kemana-mana yaa. Mau ke Kutub Utara sekalipun, jodoh yang sudah ditentukan Tuhan pasti akan menghampiri kita ke Kutub Utara juga. Dekat atau jauh, sempat lost contact atau tidak, sempat pacaran dengan yang lain atau tidak, yaa kalau orang itu sudah jodoh kita, yaa ujung-ujungnya akan jadinya sama dia. Aciyeee.

Tapi ada satu lagi mantan gebetan yang sebenarnya pernah aku taksir namun aku selalu menyangkalnya. Aku tahu aku suka padanya karena dia ganteng tapi aku selalu merasa aku salah kalau bisa naksir dengan orang ini. Maka dari itu, aku tidak pernah menuruti keinginan dan kekhilafanku semata untuk lebih dekat dengan pria satu ini. Mungkin telah belajar dari pengalaman waktu bersama Nabil atau Adam Wang dan gebetan-gebetan lainnya, jadi dengan pria satu ini, aku selalu mengatakan pada diriku sendiri bahwa ini adalah sebuah kesalahan. Akhirnya, perasaanku ke dia tidak lebih dari rasa kagum secara fisik saja.
Huft, aku tidak percaya aku akan menulis namanya di buku harian ini. Dia adalah Jamie. Ya, Jamie Whitley, tetangga apartemen waktu aku tinggal di New York bersama roomies-ku Cassandra dan Salima. Orang yang sempat membuatku ilfil setengah hidup karena kejadian dia ingin mendekati Cassandra tapi akhirnya ingin mengencaniku.

5.      Jamie Whitley
Pria berkewarganegaraan Amerika Serikat keturunan Rusia-Slovakia (kalau ku tidak salah ingat) berperawakan tinggi dan kulit putih plus rambut pirang kecoklatan ini adalah tetangga apartemenku selama aku kuliah di New York dulu. Sejak aku masuk ke apartemen itu, Jamie sudah tinggal disitu 5 tahun lebih lama dariku bahkan lebih lama dari Cassandra yang juga tergolong penghuni lawas.
Aku tidak tahu persis sejak kapan aku menyukainya kala itu. Tapi yang aku tahu, dia yang memang sering memberikanku pai coklat buatannya sendiri, malah membuatku jadi agak naksir ketika ketiga atau keempat kalinya dia datang ke apartemen untuk memberiku pai coklat.
Selanjutnya di suatu waktu saat Hari Valentine, Jamie memberikanku beberapa batang coklat hasil ‘jarahannya’ dari restoran tempat ia bekerja. Bukan mencuri sih, lebih tepatnya stok coklat spesial perayaan Valentine’s Day di restoran itu berlebihan sehingga Jamie kebagian jatah yang juga cukup banyak. Akhirnya dia memberikanku beberapa batangnya. Kebetulan aku sangat suka cokelat, jadi tahu lah apa akibatnya kalau terlalu sering diberi cokelat dengan pria bule semacam Jamie, jadi linu cenat-cenut hatiku saat itu.
Dari situ lah entah mengapa Jamie mulai mengajakku pergi keluar bersama, tapi sering aku tolak dengan berbagai alasan. Ya, cari alasan apa saja supaya aku tidak mengiyakan ajakannya itu meskipun hanya sekadar makan malam bersama saja. Padahal niatnya baik karena di Amerika atau negara barat mengajak seseorang pergi keluar bukan berarti nge-date tapi ya sudah pergi makan bareng saja, tidak lebih dari itu.
Awalnya Jamie mengajakku dengan kata-kata “hang out” saja, tapi lama-lama dia berani berkata “Wanna go and date with me?”. Iyuuhh, jujur aku langsung jijik seketika. Hmmm, bagaimana yaa. Jujur, memang dari awal aku tidak pernah ada keinginan memacari bule atau sejenisnya karena dari dulu aku memang mengincar orang Indonesia, alih berdalih supaya nyaman dan enak kalau diajak komunikasi. Apalagi kalau nonton acara lawak atau Stand Up Comedy, kan bisa ketawa barengan.
Ya, meskipun aku berhasil end-up dengan orang Indonesia (yang walau dia keturunan China-Korea) seperti Eugene, tapi tetap saja dulu aku tidak mau sedikitpun memberikan kesempatan kepada diriku sendiri untuk membuka diriku pada pria dari warga negara dan ras apa saja. Ya, jujur, aku sempat menyesal. Tapi ya sudah lah, sudah punya Eugene ini. Apa yang harus disesalkan, ya kan?
----
Sedang asyik menulis part-nya Jamie, handphone-ku berdering. Ternyata itu si suami yang menelpon. Ah, baru diomongin sudah muncul. Memang sudah jodoh mau diapain lagi.
“Halo, Assalamualaikum Oppa”, kalimatku membuka percakapan dengan Eugene lewat telepon Whatsapp.
“Walaikumsalam, Sayang. Lagi apa?”, balas Eugene lewat telepon
“Lagi… nulis-nulis aja. Biasa lah.”
“Gimana tadi seminarnya?”
“Asyik banget dong. Seru deh, tadi….”
Ya, aku ceritakan dengan detail apa saja yang aku alami selama menjadi pembicara seminar tadi siang. Sampai aku ceritakan juga bagian di mana aku berbagi kisah cintaku dengan Eugene ke mahasiswi-mahasiswi kampus almamaterku. Ups, kecuali bagian aku yang mendadak in blue tentunya. Aku tidak ingin Eugene menginterogasiku terlalu panjang dan lebar. Bisa runyam nanti.
Intinya Eugene menelponku adalah untuk memberitahuku kabar baik. Mungkin ini bukan sekadar kabar baik, tapi kabar yang sangat luar biasa.
“San Francisco?! Really?!! Beneran, Sayang? San Francisco Amerika itu kan?”, jawabku setengah histeris.
“Iyaa. San Francisco mana lagi, Yang. Ya, pokoknya doain aja. Kalau semua ini clear dan aku lolos interview itu, we’re all moving there!”, lanjut Eugene yang juga terdengar excited tapi tetap kalem dengan kabar dan rencana positif itu.
Setelah selesai menelpon Eugene yang kurang lebih telah memakan waktu 2 jam 10 menit, aku bergegas tidur. Capek juga habis mengisi seminar lalu menulis buku harian yang panjangnya tidak diketahui sudah berapa puluh halaman itu. Oh, tidak lupa setelah selesai menulis, aku rapihkan buku harianku tadi. Aku simpan di tempat yang paling aman yang mana bukan di rak tempat orisinil buku ini berasal.
Meskipun belum selesai menulis bagian Jamie tadi, tapi tak apalah, gloomy moment itu kian menghilang. Mungkin benar karena efek aku menumpahkan semuanya ke buku harianku itu. Semoga Eugene tidak akan pernah membacanya karena Eugene hanya tahu ceritaku tentang Nabil dan Adam Wang saja. Kalau soal Jamie sebenarnya dia tahu, tapi ada hal lain yang saat itu aku alami terkait kekagumanku pada Jamie yang tidak pernah aku ceritakan pada Eugene.
Baiklah. Saatnya tidur. Hah, aku pasti akan sulit tertidur dengan kabar mengejutkan yang Eugene katakan di telpon tadi. Tapi semoga San Francisco adalah our next journey, for good!
San Francisco, kami datang!!!!


[BERSAMBUNG]



Lanjut Episode 4 --> Double Yu S3E4

Comments

Popular posts from this blog

Kumpulan Cerita Bersambung : DOUBLE YU - SEASON 1 (karya Yulia Sutjahjono)

"Langkah-Langkah Menjadi Volunteer (Relawan)" Part 2

Langkah-Langkah Menjadi Volunteer (Relawan) Part 1