DOUBLE YU SEASON 3 - Episode 1 : "Semuanya (Tidak) Berubah"


Double Yu - Season 3
Episode 1 : "Semuanya (Tidak) Berubah"


(Courtesy of Pinterest)


Yureka. 30 Januari 2021. Jakarta. Masa Depan.
“Sah?”
Kudengar suara Pak Penghulu menanyakan satu kata itu pada semua tamu undangan yang datang menyaksikan akad pernikahanku dengan Eugene.
“Sah!!!”
Kudengar pula seruan semua tamu undangan, entah itu sahabat terdekat, kerabat, dan sanak saudara yang menjawab pertanyaan Si Bapak Penghulu dengan ramai dan gaduh. Tapi sepertinya yang menjawab dengan suara paling nyaring adalah suara tiga pria anak Batik Day; Dhimas, Gilang, dan Chandra. Ya, suara mereka menggelegar seolah menggema hingga Alaska. Bikin malu saja.
Eh, meskipun Chandra tidak dijadikan Eugene sebagai best man-nya, karena saat persiapan pernikahanku yang sudah dilakukan sejak pertengahan tahun 2020, Chandra masih di New York dan kala itu ia sedang menghadapi ujian standar koki profesional di sebuah restoran di Brooklyn. Ya, begitu lah pokoknya. Entah benar atau tidak istilahnya. Intinya saat itu ia sedang menghadapi kenyataan kalau saja ia tidak lulus ujian kelayakan itu, ia terancam tidak bisa melanjutkan karirnya sebagai koki di New York. Meskipun sempat disibukkan dengan urusan perkokiannya, tapi aku terharu karena Chandra datang di hari H pernikahanku dan Eugene di hari itu! Dan dengan kehadiran Chandra itulah yang membuat mantan anggota kepanitiaan Batik Day jadi lengkap bin komplit. Yeay!
Ya, semua anak-anak Batik Day 2018 datang ke hari bahagiaku. Ada Adhimas Prawira alias Dhimas, si cowok gaul nan macho yang sering gonta-ganti pacar tapi sekarang kepincut dan makin lengket sama Kak Anna. Lalu ada si duo sepupu, Fikri dan Farida. Meskipun saat itu Farida ngajak pacar barunya, Hanan. Hmm, ya sayang sekali dia dan Vito harus putus di tengah jalan karena sesuatu. Kapan-kapan lah aku cerita. Ada Ahmad Gilang Prasetyo, si pria paling bongsor dan medhok diantara anggota lainnya, yang saat itu membawa istrinya, Bella. Ya, Alhamdulillah mereka ended-up bersama dan sudah sah sebagai suami istri sejak 1 tahun lalu. Aku juga akan cerita tentang cerita mereka di lain waktu. Pokoknya sayang kalau dilewatkan. Dan tentu ada si botak yang sepertinya memang lebih suka punya rambut minimalis, Chandra Setiawan. Pria keturunan Tiong Hoa yang lebih suka masak makanan Eropa dibanding masak Bebek Wonton atau Nasi Hainan. Daaaaan, last but not least, ada ibu pertiwi kami, malaikat pelindung kami, dewi kesuburan kami, Angelique Ariana Inolatan alias Kak Anna, yang sekarang masih awet sama Dhimas entah kapan mau mengakhiri hubungan mereka dari pacaran ke pernikahan. Doakan saja yaa, meskipun masih ada perbedaan mayor yang menjadi penghalang mereka. Hmm, semoga Tuhan punya rencanaNya tersendiri buat mereka.
Pokoknya tidak ada yang bisa menggantikan kebahagianku di hari itu dengan apapun kalau bukan karena kehadiran teman-teman Batik Day. Ya, tentu dong aku juga senang karena ada banyak teman-teman terdekat atau anggota keluarga lainnya yang juga ikut menyaksikan hari bahagiaku. Tapi karena bagiku teman-teman Batik Day adalah milestone dalam hidupku, terlebih gara-gara mereka aku jadi bisa menemukan belahan jiwaku di antara kami berdelapan. Ya, hari ini aku sah dipersunting seorang teman, sahabat, dan gebetan yang sejak dulu aku kagumkan. Tidak lain dan tidak bukan, Parama Eugene Oetomo alias si Koko Eugene, mantan gebetan yang bertransformasi menjadi pacar dan bertransformasi lagi menjadi seorang suami dari seorang Yureka Bhanuresmi Cendekia. Dan hari ini, kami sah menjadi pasangan halal yang akan terus saling berkomitmen untuk saling berintegrasi selama-lamanya.
Setelah semua prosesi akad selesai, termasuk menandatangani buku nikah yang wujudnya lebih mirip paspor, plus prosesi sungkem kepada kedua orang tuaku dan kedua orang tua Eugene, serta foto-foto singkat bersama keluarga dan teman-teman, aku harus buru-buru ganti baju untuk acara selanjutnya; Resepsi. Ya, supaya menyingkat waktu dan tidak repot, resepsinya langsung diadakan di siang harinya di tempat yang sama, di Ballroom Hotel Kempinski, Kawasan Thamrin, Jakarta Pusat.
Di kamar pengantin wanita, semua bridesmaid-ku, Kak Anna, Farida, dan dua sahabat sejak kuliah S1 dulu, Nina dan Ine, langsung buru-buru membantuku melepas satu persatu atribut busana akad dan membantuku memakaikan gaun untuk resepsi. Tidak lupa disitu ada tim MUA (make-up artist) yang juga sudah bersiap memoles wajahku sesuka jidat mereka yang penting aku tidak terlihat seperti ondel-ondel di pelaminan nanti. Ya, aku pasrah lebih tepatnya.
Saat di make-up, Kak Anna mendampingiku di sebelah meja hias. Aku yang sedang kesakitan akibat dipakaikan bulu mata palsu oleh Mbak-Mbak MUA, sekilas melihat Kak Anna yang beberapa detik terdiam melihatku.
“Kenapa lu, Kak? Segitu terpananya ngeliat gue di make-up. Nggak pernah liat gue make-up sih ya?”, tanyaku pada Kak Anna sambil merem-melek karena bulu mata palsu.
“Pede banget lu! Yeee”, jawab Kak Anna dengan sambil melempar satu mahkota bunga melati sisa hiasan kepalaku bekas akad tadi ke arahku.
“Ya trus? Apa dong?”
“Gue cuma nggak nyangka aja, lu ama Eugene adalah pasangan hasil comblangan pertama gue yang berhasil sampe ke pelaminan. Ini yang keren gue atau siapa ya?”
“Ih, terlalu pede beneran deh nih mbak-mbak. Iyaa lu keren. Thank you yaa, Kak”, aku tersenyum lebar ke Kak Anna.
“Iyaa sama-sama. All with my pleasure. Gue pokoknya berharap banget elu sama Eugene bisa awet sampe jadi Opa-Opa dan Oma-Oma”
“Kan Eugene udah jadi Oppa…”
“Oh ya bener. Oppa. P nya dua. Tapi lu sebenernya manggil dia Oppa nggak sih selama ini? Lucu tahu!”
“Coba merem lagi ya, mba”, salah satu MUA menyela percakapanku dengan Kak Anna.
“Oh ya sorry, Mbak MUA… Kadang-kadang doang. Kalau lagi pengen unyu-unyu gitu. Lagian aslinya emang gue nggak bisa manggil dia Oppa juga kali. Kan gue lebih tua dari dia. Harusnya aja dia manggil gue Nuna. Hahaha. Tapi nggak pernah sih dia manggil gue itu. Aneh juga. Kayak beneran gue kakaknya. Hahaha.”
“Trus selama ini panggilan sayang lu ke dia apaan dong? Gue nebak nih kalau cewek-cewek lain dapet cowok Korea, mau dia lebih tua apa muda, pasti bakalan tetep manggil Oppa. Masa lu nggak sih, Yur?”
“Yaa panggil nama dia aja. Eugene. Atau panggil Sayang gitu. Hehehe. Pernah sih gue iseng manggil dia Mas, tapi dia ternyata nggak suka dipanggil Mas.”
 “Oh ya bener. Gua pernah denger dia benci banget kalo dipanggil Mas. Kenapa sih? Masalah amat”
“Entah lah”
Setelah Mbak MUA selesai memoles wajahku, dan juga selesai mengganti gaun berwarna kuning bernuansa musim panas, aku siap menuju acara selanjutnya. Kemudian seseorang mengetuk pintu kamar. Seperti bridesmaid pada umumnya, Farida yang membantu membukakan pintunya. Gila, canggih ya? Enak juga punya bridesmaids. Ternyata tidak hanya seperti di film-film bertema wedding yang aku tonton selama ini. Sekarang bisa aku rasakan dan nikmati sendiri. Ahoy!
“Eh, Kak Eugene. Masuk, Kak”, sapa Farida pada pria yang ternyata my newly husband.
“Udah siap belom si Yureka?”, tanya Eugene sambil merapihkan rambutnya yang baru diberi minyak rambut. Duh, makin tampan!
“Udah kok”, jawab Farida.
“Eh, there you are, my newly husband!”. Kok geli yaa? Mungkin belum terbiasa. Nanti juga lama-lama terbiasa.
“Wuih. Beneran kayak si Belle di Beauty and The Beast sih bajunya. Keren, Sayang.”
Thank you. Kamu juga. Tapi bukan kayak si Beast-nya kok. Tenang aja.”
“Hahaha. Yuk, ke ballroom sekarang aja.”
“Oke, let’s go!”

$$$

Eugene. 30 Januari 2021. Jakarta, Indonesia. Masa Depan.
Akhirnya gue sah menikahi Yureka, cewek yang gue taksir sekitar 3 tahun lalu dan berhasil gue rebut hatinya sehingga bisa gue nikahin hari ini. Gue bener-bener nggak nyangka dan kita bisa secepet ini sampe ke jenjang yang serius kayak gini. Yaa, walaupun pasti akan ada perubahan di diri kita masing-masing, tapi gue sama Yureka akan selalu berusaha buat tetap jadi kita pribadi apa adanya dan juga saling menerima apa adanya.
Setelah sukses melangsungkan akad tadi pagi sekitar jam 9, sekarang kita berdua akan melakukan resepsi di ruangan yang sama tapi dengan jumlah tamu yang lebih banyak. Di depan pintu gerbang ballroom, gue udah menggandeng Yureka yang juga udah siap masuk ke dalam ruangan. Dengan menggenggam bouquet bunga Irish kesukaannya, kita menunggu aba-aba dari si Wedding Organizer yang udah siap banget run all the things in my wedding. Di belakang udah ada orang tua gue, dan di belakangnya lagi orang tuanya Yureka. Trus, di belakangnya dan dibelakangnya lagi para Bridesmaid dan Best Men juga saudara-saudara terdekat yang juga ikut jalan di altar menuju kursi pelaminan. Hmmm maksudnya Bridesmaid sama Best Men-nya cuma nganter aja nggak sampe duduk di panggung pelaminan.
Dari luar udah kedengeran host-nya udah mulai manggil “kedua mempelai” whatever lah itu. Trus lagu request-nya Yureka mulai diputer. Ya, Yureka dari awal udah minta gue dan WO untuk memutarkan lagu instrumen kesukaannya dia buat dipasang di hari resepsi pernikahan kita. Kalo nggak salah judulnya “Erin Shore” punya The Corrs. Tapi setelah didengar emang enak dan cocok banget dampingin newly married couple ke panggung pelaminan. Eh tapi lagu ini dimainin langsung yaa, bukan audio dari kaset. Jadi emang ada band pengiring khusus memainkan lagu-lagu permintaan gue dan Yureka di wedding day kita ini.  
Setelah diputar beberapa saat, WO-nya mempersilahkan gue sama Yureka dan semua rombongan masuk. Semua tamu udah baris rapih dan sibuk merekam dan memotret gue dan Yureka. Kita nggak bisa ngapa-ngapain selain melempar senyum dan melambaikan tangan ke mereka. Ya, pokoknya give them our best smile and waves meskipun kita nervous-nya bukan main.
Salam-salaman sama tamu yang dateng udah, foto-foto juga, sambil dengerin band pengiring nyanyi-nyanyi lagu romantis juga udah. Ternyata ngadain resepsi itu capek ya. Capek karena berjam-jam berdiri sedangkan tamunya nggak abis-abis. Jadi emang berapa tamu yang jadinya gue sama Yureka undang ke nikahan kita? Ah apapun itu tapi nggak mengurangi rasa bahagia gue bisa mempersunting Yureka.
Sebelum ganti ke sesi selanjutnya yang mana abis ini gue sama Yureka bakalan ganti baju ala Korea, ada kayak semacam toast. Tapi tenang aja, nggak pake wine, cuma gelas yang isinya orange juice, sesuai tema resepsinya yang ala-ala musim panas gitu. Dan disitu gue mendengar pidato Kak Anna dan Yureka yang membuat gue jadi terharu bukan main. I know I am a man, but seriously this is my big day, nggak ada salahnya kan kalau ikut emosional. Hahaha.
Isi pidato Kak Anna kira-kira begini:
“Halo semua. Selamat siang, om, tante, dan semua tamu yang datang. Nama saya Arianna, panggil aja Anna. Saya, teman satu panitia acara Batik Day tahun 2018 di mana acaranya dikelola sama KJRI New York. Dan waktu itu saya dan kedua mempelai masih kuliah di Amerika. Jadi, intinya kami semua ketemu gara-gara acara ini. Saya mau mengatakan sesuatu buat kedua pasangan yang berbahagia ini. Hmmm. Oke… Buat pasangan Double Yu gue, Yureka dan Eugene. Kalian adalah pasangan paling favorit di kalangan kita, di kalangan anak-anak mantan panitia Batik Day. Gue salut sama kalian, terutama Eugene. Bahwa dia membuktikkan keprofesionalitasannya untuk menyatakan cinta ke Yureka selepas acara Batik Day selesai. Dan setelah jadian pun mereka tetap nggak memperlihatkan kalau mereka itu adalah pasangan kekasih yang lagi kelepek-kelepeknya gitu lah kira-kira. Hehehe. Tapi awalnya gue kesel sama lu, Jin, karena lu harus banget ngomong sama gue kalau lu suka sama Yureka tanpa lu deketin dia duluan waktu itu? Like, seriously? Segitunya lu nggak ada nyali, Jin? Hahaha. Bercanda. Tapi nggak apa-apa, karena gue tahu lu orangnya pemalu jadi itung-itung gue jadi jembatan alias mak comblangnya lah buat kalian. Jadi, terima kasih telah mempercayakan gue sebagai mak comblang kalian yang mana berhasil membuat kalian ada di kursi pelaminan seperti sekarang ini. Untuk Yureka dan Eugene, berbahagialah kalian, sampai maut memisahkan. Tos!”
Wah, sumpah keren banget. Bener-bener nggak nyesel gue pertama kali curhat soal Yureka ke Kak Anna. Dia bener-bener bisa diandelin bahkan sampe jadi Bridesmaid-nya Yureka juga.
Setelah itu mendengar pidato Yureka yang juga membuat gue tambah terpana sama dia.
Yang Yureka utarakan di pidatonya kira-kira seperti berikut:
“Bersyukur dan berterimakasih kepada Allah swt.; dua hal yang nggak akan pernah Yureka abaikan gitu aja. Karena bisa kenal plus deket sama Eugene bukan perkara mudah. Hello, siapa yang nggak mau dipacarin sama orang ganteng dan pinter kayak Eugene, ya nggak sih? Awalnya Yureka agak ragu apakah dia orang yang terbaik buat Yureka atau bukan. Setelah banyak pria yang lalu lalang di depan Yureka, yang berhasil jadian juga enggak, sempet membuat Yureka putus asa. Tapi ketika Yureka ada di titik dimana Yureka menemukan harapan untuk bisa lebih deket sama Eugene, Alhamdulillah justru keraguan itu perlahan hilang dan mindset Yureka pun berubah jadi lebih optimis. Karena Eugene tuh perfect banget. Siapa yang nggak mau sama Oppa-Oppa Korea macam dia ya kan? Hehehe. Jadi sebelumnya memang selalu ada kata ‘kayaknya nggak cocok deh’ di benak Yureka kala itu. Tapi dengan bantuan Allah yang diperantarai oleh Kak Anna, semuanya jadi mungkin. So, for the one who successfully found me in a misery, the one who know how to make me smile, the one who also successfully make me laugh, the one who know how to share everything with me, the one who I always love to, and the one and only, Parama Eugene Oetomo. I love you to the Jupiter and back, I love you ‘til the end. I love you always, baby!
Bener-bener bikin hati gue makin luluh. Dia emang penulis yang hebat. Dari cara dia menyampaikan pidatonya yang justru membuat gue tambah suka sama dia, karena bener-bener dari hati, dan gue bisa ngerasain itu.

$$$

Yureka. Hotel Kempinski. 30 Januari 2021. Masa Depan.
Semua rangkaian acara selesai. Mulai dari akad yang berlangsung dengan lancar dan khidmat, resepsi dua sesi yang juga lancar meskipun harus kejar-kejaran waktu buat ganti kostum Hanbook-nya, juga sesi dansa-dansa yang nggak kalah seru. Aku bersyukur, aku bisa memiliki hari pernikahan seperti yang aku idamkan sejak dulu. Hampir mirip dengan yang ada di film-film Hollywood bertema wedding yang sering aku tonton. Semua terasa perfect!
Sebenarnya semua memang perfect kalau bukan keluarganya Eugene dan Eugene sendiri yang mewujudkan impianku tersebut. Ya, keluarga Oetomo yang membayar hampir seluruh biaya pernikahanku dan Eugene ini. Aku sebenarnya tidak enak karena, ya masa aku mau memeloroti keluarga mertuaku sendiri. Meskipun awalnya sempat ada pertengkaran kecil antara aku dan Mamanya Eugene soal keinginanku yang sangat idealis itu, tapi semuanya berjalan dengan lancar. Sampai detik ini pun aku masih merasa tidak enak dengan Papa dan Mamanya Eugene. Tapi aku mencoba untuk tidak terlalu memikirkannya. Sekarang fokusku hanyalah bisa jadi pasangan yang terbaik untuk anak sulungnya yang gantengnya tiada duanya itu. Tenang aja pokoknya yaa, Papa dan Mama, aku janji aku nggak akan ngapa-ngapain Eugene atau ngapa-ngapain di belakang Eugene. Dan aku juga janji akan jadi menantu yang baik buat kalian.

$$$

Selepas acara, masih di hotel yang sama, semua keluarga ini menginap disana. Kalau keluargaku akan menginap sampai besok, jadi besok siang akan langsung check out. Sedangkan keluarganya Eugene terutama yang datang dari Korea Selatan, akan tetap stay sampai mereka pulang ke negara ginseng itu hingga hari Kamis depan. Benar-benar keluarga tajir.
Aku dan Eugene pun menuju kamar president suite di Hotel Kempinski sebagai pasangan suami istri. Jujur, lidah ini masih ngilu kalau mengistilahkan Eugene sebagai suamiku. Aneh atau wajar tidak sih sebenarnya?
“Gila ya, seharian loh kita di ballroom. Berdiri terus, jarang duduknya. Salut deh sama yang udah pada nikah”, ucap Eugene membuka percakapan diantara kami.
“Banget. Tapi kan emang udah kayak gitu terms and condition-nya, Sayang. Tapi Alhamdulillah yaa lancar banget. Like, perfectly done as our plan”, jawabku sambil menenteng sepasang sepatu hak berwarna kuning yang aku kenakan selama lebih dari 6 jam hari ini.
“Yaudah, berarti itu jadi motivasi kita kalau nikah yaa emang cuma sekali. Jadi acaranya wah tuh nggak nyesel. Hahaha”, canda Eugene sambil membuka pintu kamar kami.
“Hahaha, bisa aja kamu. Wah, keren banget. Tunggu, nggak ada angsa-angsa romantic itu kan? As my request?”, tanyaku dengan nada agak tinggi sambil masih menenteng sepatu hak tinggi.
“Nggak kok. Tuh liat aja sendiri”
“Oh iya. Nggak ada. Rapih bersih tanpa handuk angsa. Hehehe. Thank you, Sayang. You know, I don’t like something really common as in the society
That’s why I am marrying you today and forever
Ahhh, that’s sweet, though
Sambil melepas satu persatu aksesoris plus mengganti baju dari baju dress pengantinku menjadi piyama yang berbahan lembut dan nyaman, aku masih meneruskan percakapan dengan Eugene. Khususnya tentang rencana Eugene apakah ia akan tetap bekerja di Singapore atau akan menetap di Jakarta.
Well, by the way. How’s everything with your job di Singapore, Sayang?”, tanyaku sambil melepas kedua antingku.
“Nah itu dia. Aku masih taken contract sama mereka sampe Agustus ini. Tapi masih nggak tahu apakah aku akan minta perpanjang atau mereka yang perpanjang, aku masih belum tahu pasti”, jawab Eugene sambil melepas dasi kupu-kupunya. Duh, melepas dasi saja masih terlihat tampan, apalagi melepas… Ehemmm. Lupakan itu.
“Aku sih nggak masalah kamu mau kerja dimana. Apalagi sejak kamu dulunya pernah kuliah di Hong Kong, trus pernah kerja di Jepang, trus pindah ke US, dan Singapore juga. Aku yakin opportunity-nya lebih banyak buat kamu dibanding aku. Jadi, aku ikut kamu aja kemanapun kamu mau berkarir”
“Ya itu dia. Aku orangnya gampang nyaman sama satu tempat dan semacam nggak bisa move-on sama kerjaan yang lagi aku pegang sekarang. So, sejauh ini aku masih nyaman di Singapore. Nggak papa kan?”
“Yeah, it’s okay. Tapi so far aku juga mau nikmatin kerjaanku dulu disini. Nggak papa juga kan? Yeah you know Sayang, what I am doing now is really something big cause I have really dreamt it before. Dan aku benar-benar menikmati itu.”
“Oke. Kesimpulannya kita akan LDR lagi dan untuk sementara waktu. Bukan begitu?”
“Ya, semacam itu. Don’t worry, Jakarta-Singapore kayak naik kopaja Depok-Pasar Minggu kok, Sayang. We’re seeing each other sebanyak yang kita mau. Oke?”
Roger that! Well, Yureka…”
“Ya, Sayang?”
Do you want to see something else for each other?
Uhmm kinda…
Dan malam itu ditutup dengan tertawa kecil kami di kamar President Suite itu. Disusul dengan fenomena luar biasa yang perdana kami lakukan berdua yang mana membuat kami bahagia sepanjang malam itu. Ya, kalian tahu lah apa yang aku maksud.

$$$

Eugene. Pasca Resepsi. Januari 2021. Jakarta. Masa Depan.
Setelah resepsi, gue memulai hidup yang baru. Sekarang gue sama Yureka masih bingung mau nentuin mau tinggal dimana. Masalahnya gue masih ada kontrak kerja di Singapore dan Yureka juga masih kontrak kerja sampai pertengahan tahun ini di Jakarta. Sebenernya gue udah nyuruh Yureka buat cari kerjaan yang sama bidangnya di Singapore dan bisa ikut gue tinggal di sana. Tapi dia bilang, dia masih pengen nikmatin pekerjaan yang selama ini dia idam-idamkan itu. Meskipun gue udah jadi suaminya tapi gue nggak akan ngelarang dia mau berkarir atau nggak. Kita berdua semacam udah sepakat sih, selama belum punya momongan, kita berdua bisa explore karir masing-masing dan yang penting dinikmati semua prosesnya.
Sementara kita berdua masih harus fokus ke pekerjaan masing-masing, ada hal lain yang juga harus kita lakukan. Bukan honeymoon sih soalnya sampe sekarang gue sama Yureka masih bingung mau bulan madu kemana. Tapi sebelum bener-bener menentukan tempat berbulan madu, gue sekeluarga plus nggak lupa ngajak istri tercinta pergi ke kampung halaman Nyokap gue di Incheon, Korea Selatan. Ya, jadi setelah resepsi di Jakarta, meskipun hampir semua keluarga inti dateng ke acara kemaren, tapi rasanya kurang afdol kalo nggak ajak Yureka kesana. Alhasil, Yureka kita ajak ke Korsel untuk dikenalin ke anggota keluarga lainnya yang kemaren nggak sempet ikut ke Jakarta.
Untuk memudahkan Yureka berkomunikasi dengan semua anggota keluarga gue di Korsel, gue mempersilahkan dia buat ngajak guru privat bahasa Koreanya untuk jadi interpreter dia selama kita di Incheon. Oh ya, kita bakalan cuma 4 malem aja sih disana, nggak lama-lama karena masa sabbatical gue berakhir per 12 Februari 2021 yaitu di hari Jumat, which is hari Senin tanggal 15-nya gue musti balik ngantor dan kalo bisa sebelum tanggal itu gue musti udah balik ke Singapore.
$$$
Hari H ke Incheon pun tiba. Perjalanan udara 7 jam nggak kerasa karena gue ketiduran sambil dengerin lagu. Mungkin kekenyangan abis makan malam di pesawat juga. Hahaha padahal menunya cuma kimbab sama kayak ada entrée gitu entah apa namanya gue juga nggak inget. Dan gue tidur bener-bener pules banget. Mungkin juga karena masih kecapekan ngurusin wedding kemaren. Sedangkan Yureka, hmm gue juga kurang tahu, ya kan gue tidur jadi nggak tahu juga dia di pesawat ngapain aja. Tapi setelah sampe di bandara Incheon International Airport, gue sempet tanya sih dia tidur apa nggak di pesawat, dia bilang dia cuma tidur beberapa jam di pesawat.
Selain emang dia nggak mau menyia-nyiakan fasilitas hiburan di dalam pesawat lewat monitor di kursi penumpang, dia juga bilang kalo dia nervous banget. Katanya dia agak khawatir apakah dia bakal diterima atau nggak sama keluarga besar Nyokap gue. Gue pun menenangkan Yureka sebisa yang gue mampu. Meskipun jujur gue juga degdegan sih karena ini pertama kalinya ke Korea lagi setelah beberapa tahun nggak kesini dan sekalinya kesini gue udah beristri. Hahaha.
“Udah kamu tenang aja. Apa sih yang kamu khawatirin? Kan pas wedding kemaren juga Kakek-Nenek, Om-Tante, Sepupu-sepupu aku pada disana semua. Kamu udah kenal juga kan beberapa dari mereka. Jadi, buat apa kamu cemas?”
“Ya tapi, bahasa Korea ku nggak bagus-bagus amat, Sayang. Dan kita bakalan ketemu semua anggota keluarga kamu. Semuanya. Pasti semua kumpul”
“Udah tenang aja. Kan ada Kak Tasya yang bakalan bantuin kamu nerjemahin semuanya. Everything will be okay, Sayang. Don’t worry”.
“Oke. Gamshahabnida, Oppa
“Jin, si Tasya nunggu dimana?”, suara Bokap gue manggil gue dari kejauhan.
“Hmm bentar, Pah. Barusan sih liat Line-nya, katanya nunggu di …. Bentar… oh, di Paris Baguette, di deket 3F”
“Terminal 2?” tanya Nyokap juga kepo.
“Iyaa Terminal 2, Mah”
“Yaudah yuk, ketemu dia dulu. Kasian juga dia udah nunggu dari 2 jam lalu loh? Genji, Ppalli! Jagi gabang gajyeool su issji, geuleohji?”, jawab nyokap sambil manggil adek gue yang keasyikan liat koper-koper jalan sendiri di baggage claim.
Ye, Eomma
Yujina, Yuleka gwaenchanh-a?” tanya nyokap pas liat keadaan Yureka yang lagi gigitin kukunya. Btw, Yureka nggak pernah gigitin kuku loh. Tumben amat. Hmm mungkin emang dia super duper deg-degan kala itu.
Heum, geunyeoneun jogeum ginjangdoeda.”, jawabku mengaku ke Nyokap tentang yang dialami Yureka.
“Itu yang dialami Papamu waktu pertama kali kemari. Udah yuk”, ucap Nyokap dengan nada rada senewen.
Hmm, raut muka Nyokap gue entah kenapa kala itu agak pesimis. Gue nggak ngerti persis apa yang sebenarnya dibilang Nyokap gue barusan. Nyokap juga kayaknya nggak pernah bilang soal pertama kali Bokap gue ke Korea. Atau udah pernah yaa tapi gue lupa. Mungkin gue akan tanya langsung ke Bokap dan minta saran dia buat nenangin Yureka yang lagi nervous itu.
Setelah ketemu Kak Tasya yang udah nunggu 2 jam karena emang beda penerbangan dan udah landing duluan jam 7.30 tadi, kita semua langsung ke pick-up area, karena katanya udah pesen mobil buat nampung kita berenam dan menuju ke rumah Nenek-Kakek yang jadi meeting point-nya nanti.
Dari bandara Incheon ke rumah Nenek-Kakek gue nggak begitu jauh sih, cuma sekitar 15-20 menit naik mobil. Banyak sih temen-temen gue ngiranya Nyokap gue kampung halamannya di Seoul, ya tipikal ibukota lah. Tapi sebenernya emang keluarga besar Nyokap tinggal di Incheon dari dulu, jadi enaknya kalo tiap kita sekeluarga pulang kampung ke Korsel, kita nggak perlu makan waktu lama buat ke bandaranya, karena emang ada di kota yang sama dengan bandaranya. Yaa karena emang bandara utamanya Seoul letaknya di Incheon, letak persis maksudnya, jadi bukan di Seoul-nya. Yaa, kayak Jakarta lah, bandara Soekarno-Hatta bukan di Jakarta tapi di Cengkareng. Semacam itu.
Selama perjalanan, Yureka duduk di kursi tengah sama Mama dan Kak Tasya. Papa di depan sama supir, sedangkan gue sama Genji di belakang. Selama perjalanan itu juga, Yureka banyak latihan sama Kak Tasya, kira-kira kalimat apa aja yang bakalan dipake saat kumpul keluarga nanti. Kak Tasya juga ngasih informasi seputar kebudayaan yang dia tahu karena kebetulan dia pernah exchange di Korea beberapa tahun lalu, jadi dia lumayan paham beberapa konteks kebudayaan Korea. Plus ada tambahan informasi dari Nyokap sebagai sudut pandang orang Korea Asli.
Sampai di rumah Harabeoji (Kakek) dan Phopho (Nenek) di daerah Nam-gu, Incheon, kami disambut baik oleh semua anggota keluarga. Sepupu-sepupu juga lengkap, begitu juga dengan adik-kakak Mama yang juga semuanya kumpul disitu.
Di ruang keluarga rumah Kakek gue yang lumayan cukup untuk menampung sebegitu banyaknya orang, ternyata acara perkenalan Yureka terbilang cukup formal. Harabeoji segala ada acara giving speech gitu. Asli, formal banget. Gimana nggak bikin gue jadi deg-degan coba?
Ketika giliran Yureka memperkenalkan diri dan dia juga disuruh bercerita sedikit tentang pengalaman pertamanya ke Korea. Dibantu Kak Tasya sebagai penerjemahnya, ternyata kemampuan Yureka soal berbicara bahasa Korea nggak seburuk yang dia akui sebelumnya. Mungkin dia kebawa nervous dan nggak pede jadi itu yang membuat dia pesimis kalau bahasa Koreanya bakalan ancur banget. Tapi so far so good kok. Bangga banget punya pasangan kayak dia.
Karena masih musim dingin, jadi kita cuma ngadain acara makan-makan di dalem rumah. Waktu makan siang masih biasa aja, semua masih berjalan dengan baik. Dan Yureka mulai nggak nyaman waktu makan malem dan setelah makan malem. Ya, mungkin karena semuanya minum soju, termasuk gue dan keluarga gue walaupun harusnya emang nggak boleh sih, tapi demi menghormati budaya nenek moyang gue, gue terpaksa minum satu botol. Begitu juga dengan Kak Tasya. Tapi Yureka nggak mau sama sekali. Ya, gue pasti nggak mempermasalahkan soal itu, itu haknya dia mau ikut minum atau nggak. Tapi ternyata ini yang jadi masalah buat sebagian besar sepupu-sepupu gue.
Dari kejauhan gue cuma liat dia ngobrol sama Eunha Nuna dan Kak Tasya. Tapi nggak lama Yureka cuma nundukin kepalanya dan pura-pura liat hape gitu. Kayak ada yang salah sama dia. Tapi apa dong?
Nggak berapa lama dia nyamperin gue dan ijin tidur duluan.
“Sayang, aku tidur duluan, ya?”
“Loh kok? Kan belom selesai acara makan-makannya, Sayang”
“Nggak papa. Bilang aja aku capek banget”
Are you okay?
I am fine. Just tired. Jet lag
“Yaudah aku ijinin kamu ke mereka. Tapi bilang selamat malam dan mimpi indah, gitu. Oke?”
Yulekaneun iljjig jamjalie deulgileul wonhabnida. Neomu pigonhae.”
OttokeYeah it’s okay you can go sleep now”, jawab adik Mama yang paling kecil. Kebetulan suaminya orang Amerika jadi bahasa Inggrisnya udah pasti oke.
Jalja yeo…”, singkat Yureka mengucapkan selamat malam ke semua anggota keluarga gue.
Lalu Yureka pergi ke kamar dan gue masih di ruang keluarga bersama keluarga gue yang lain sambil masih ngobrol-ngobrol dan lain sebagainya.
Dalam sebuah percakapan, salah satu sepupu gue yang namanya Dongguk, nanya ke gue kenapa istri gue nggak ikut minum. Dan salah satu istrinya sepupu gue ikutan nimbrung. Kira-kira percakapannya kayak gini:
Dongguk         : Kenapa istri lu nggak ikutan minum tadi?
Gue                 : Dia nggak terbiasa. Dan dia emang nggak suka bau alkohol.
Dongguk         : Oh mungkin di Indonesia emang nggak terbiasa ya? Gapapa kalau gitu.
Jihoon              : Yujin, kenapa kamu bisa pilih dia jadi istri kamu?
Gue                 : Dia hatinya baik. Berbakat. Profesional dalam bekerja.
Jihoon              : Apa dia nggak pernah kena make-up?
Gue                 : Maksudnya?
Jihoon           : Ya, penerjemahnya bahkan lebih pinter dandan daripada istri kamu. Dia juga kayaknya nggak ngikutin trend banget ya?
Kayaknya gue tahu kenapa istri gue tiba-tiba minta ijin tidur duluan…

[BERSAMBUNG]


Lanjut Episode 2 --> Double Yu S3E2

Comments

Popular posts from this blog

Kumpulan Cerita Bersambung : DOUBLE YU - SEASON 1 (karya Yulia Sutjahjono)

"Langkah-Langkah Menjadi Volunteer (Relawan)" Part 2

Langkah-Langkah Menjadi Volunteer (Relawan) Part 1