DOUBLE YU SEASON 3 - Episode 1 : "Semuanya (Tidak) Berubah"
Double Yu - Season 3
Episode 1 : "Semuanya (Tidak)
Berubah"
Yureka. 30 Januari 2021. Jakarta.
Masa Depan.
“Sah?”
…
Kudengar
suara Pak Penghulu menanyakan satu kata itu pada semua tamu undangan yang
datang menyaksikan akad pernikahanku dengan Eugene.
“Sah!!!”
…
Kudengar
pula seruan semua tamu undangan, entah itu sahabat terdekat, kerabat, dan sanak
saudara yang menjawab pertanyaan Si Bapak Penghulu dengan ramai dan gaduh. Tapi
sepertinya yang menjawab dengan suara paling nyaring adalah suara tiga pria
anak Batik Day; Dhimas, Gilang, dan Chandra. Ya, suara mereka menggelegar
seolah menggema hingga Alaska. Bikin malu saja.
Eh,
meskipun Chandra tidak dijadikan Eugene sebagai best man-nya, karena saat persiapan pernikahanku yang sudah
dilakukan sejak pertengahan tahun 2020, Chandra masih di New York dan kala itu
ia sedang menghadapi ujian standar koki profesional di sebuah restoran di
Brooklyn. Ya, begitu lah pokoknya. Entah benar atau tidak istilahnya. Intinya
saat itu ia sedang menghadapi kenyataan kalau saja ia tidak lulus ujian
kelayakan itu, ia terancam tidak bisa melanjutkan karirnya sebagai koki di New
York. Meskipun sempat disibukkan dengan urusan perkokiannya, tapi aku terharu
karena Chandra datang di hari H pernikahanku dan Eugene di hari itu! Dan dengan
kehadiran Chandra itulah yang membuat mantan anggota kepanitiaan Batik Day jadi
lengkap bin komplit. Yeay!
Ya,
semua anak-anak Batik Day 2018 datang ke hari bahagiaku. Ada Adhimas Prawira
alias Dhimas, si cowok gaul nan macho yang sering gonta-ganti pacar tapi
sekarang kepincut dan makin lengket sama Kak Anna. Lalu ada si duo sepupu,
Fikri dan Farida. Meskipun saat itu Farida ngajak pacar barunya, Hanan. Hmm, ya
sayang sekali dia dan Vito harus putus di tengah jalan karena sesuatu.
Kapan-kapan lah aku cerita. Ada Ahmad Gilang Prasetyo, si pria paling bongsor
dan medhok diantara anggota lainnya, yang saat itu membawa istrinya, Bella. Ya,
Alhamdulillah mereka ended-up bersama
dan sudah sah sebagai suami istri sejak 1 tahun lalu. Aku juga akan cerita
tentang cerita mereka di lain waktu. Pokoknya sayang kalau dilewatkan. Dan
tentu ada si botak yang sepertinya memang lebih suka punya rambut minimalis,
Chandra Setiawan. Pria keturunan Tiong Hoa yang lebih suka masak makanan Eropa
dibanding masak Bebek Wonton atau Nasi Hainan. Daaaaan, last but not least, ada ibu pertiwi kami, malaikat pelindung kami, dewi
kesuburan kami, Angelique Ariana Inolatan alias Kak Anna, yang sekarang masih
awet sama Dhimas entah kapan mau mengakhiri hubungan mereka dari pacaran ke
pernikahan. Doakan saja yaa, meskipun masih ada perbedaan mayor yang menjadi
penghalang mereka. Hmm, semoga Tuhan punya rencanaNya tersendiri buat mereka.
Pokoknya
tidak ada yang bisa menggantikan kebahagianku di hari itu dengan apapun kalau
bukan karena kehadiran teman-teman Batik Day. Ya, tentu dong aku juga senang
karena ada banyak teman-teman terdekat atau anggota keluarga lainnya yang juga
ikut menyaksikan hari bahagiaku. Tapi karena bagiku teman-teman Batik Day
adalah milestone dalam hidupku,
terlebih gara-gara mereka aku jadi bisa menemukan belahan jiwaku di antara kami
berdelapan. Ya, hari ini aku sah dipersunting seorang teman, sahabat, dan
gebetan yang sejak dulu aku kagumkan. Tidak lain dan tidak bukan, Parama Eugene
Oetomo alias si Koko Eugene, mantan gebetan yang bertransformasi menjadi pacar
dan bertransformasi lagi menjadi seorang suami dari seorang Yureka Bhanuresmi
Cendekia. Dan hari ini, kami sah menjadi pasangan halal yang akan terus saling
berkomitmen untuk saling berintegrasi selama-lamanya.
Setelah
semua prosesi akad selesai, termasuk menandatangani buku nikah yang wujudnya
lebih mirip paspor, plus prosesi sungkem kepada kedua orang tuaku dan kedua
orang tua Eugene, serta foto-foto singkat bersama keluarga dan teman-teman, aku
harus buru-buru ganti baju untuk acara selanjutnya; Resepsi. Ya, supaya
menyingkat waktu dan tidak repot, resepsinya langsung diadakan di siang harinya
di tempat yang sama, di Ballroom Hotel Kempinski, Kawasan Thamrin, Jakarta
Pusat.
Di
kamar pengantin wanita, semua bridesmaid-ku,
Kak Anna, Farida, dan dua sahabat sejak kuliah S1 dulu, Nina dan Ine, langsung
buru-buru membantuku melepas satu persatu atribut busana akad dan membantuku
memakaikan gaun untuk resepsi. Tidak lupa disitu ada tim MUA (make-up artist) yang juga sudah bersiap
memoles wajahku sesuka jidat mereka yang penting aku tidak terlihat seperti
ondel-ondel di pelaminan nanti. Ya, aku pasrah lebih tepatnya.
Saat
di make-up, Kak Anna mendampingiku di
sebelah meja hias. Aku yang sedang kesakitan akibat dipakaikan bulu mata palsu
oleh Mbak-Mbak MUA, sekilas melihat Kak Anna yang beberapa detik terdiam
melihatku.
“Kenapa
lu, Kak? Segitu terpananya ngeliat gue di make-up.
Nggak pernah liat gue make-up sih
ya?”, tanyaku pada Kak Anna sambil merem-melek karena bulu mata palsu.
“Pede
banget lu! Yeee”, jawab Kak Anna dengan sambil melempar satu mahkota bunga
melati sisa hiasan kepalaku bekas akad tadi ke arahku.
“Ya
trus? Apa dong?”
“Gue
cuma nggak nyangka aja, lu ama Eugene adalah pasangan hasil comblangan pertama gue
yang berhasil sampe ke pelaminan. Ini yang keren gue atau siapa ya?”
“Ih,
terlalu pede beneran deh nih mbak-mbak. Iyaa lu keren. Thank you yaa, Kak”, aku tersenyum lebar ke Kak Anna.
“Iyaa
sama-sama. All with my pleasure. Gue pokoknya
berharap banget elu sama Eugene bisa awet sampe jadi Opa-Opa dan Oma-Oma”
“Kan
Eugene udah jadi Oppa…”
“Oh
ya bener. Oppa. P nya dua. Tapi lu sebenernya manggil dia Oppa nggak sih selama
ini? Lucu tahu!”
“Coba
merem lagi ya, mba”, salah satu MUA menyela percakapanku dengan Kak Anna.
“Oh
ya sorry, Mbak MUA… Kadang-kadang
doang. Kalau lagi pengen unyu-unyu gitu. Lagian aslinya emang gue nggak bisa
manggil dia Oppa juga kali. Kan gue lebih tua dari dia. Harusnya aja dia
manggil gue Nuna. Hahaha. Tapi nggak pernah sih dia manggil gue itu. Aneh juga.
Kayak beneran gue kakaknya. Hahaha.”
“Trus
selama ini panggilan sayang lu ke dia apaan dong? Gue nebak nih kalau
cewek-cewek lain dapet cowok Korea, mau dia lebih tua apa muda, pasti bakalan
tetep manggil Oppa. Masa lu nggak sih, Yur?”
“Yaa
panggil nama dia aja. Eugene. Atau panggil Sayang gitu. Hehehe. Pernah sih gue
iseng manggil dia Mas, tapi dia ternyata nggak suka dipanggil Mas.”
“Oh ya bener. Gua pernah denger dia benci
banget kalo dipanggil Mas. Kenapa sih? Masalah amat”
“Entah
lah”
Setelah
Mbak MUA selesai memoles wajahku, dan juga selesai mengganti gaun berwarna
kuning bernuansa musim panas, aku siap menuju acara selanjutnya. Kemudian seseorang
mengetuk pintu kamar. Seperti bridesmaid
pada umumnya, Farida yang membantu membukakan pintunya. Gila, canggih ya? Enak
juga punya bridesmaids. Ternyata
tidak hanya seperti di film-film bertema wedding
yang aku tonton selama ini. Sekarang bisa aku rasakan dan nikmati sendiri. Ahoy!
“Eh,
Kak Eugene. Masuk, Kak”, sapa Farida pada pria yang ternyata my newly husband.
“Udah
siap belom si Yureka?”, tanya Eugene sambil merapihkan rambutnya yang baru
diberi minyak rambut. Duh, makin tampan!
“Udah
kok”, jawab Farida.
“Eh,
there you are, my newly husband!”.
Kok geli yaa? Mungkin belum terbiasa. Nanti juga lama-lama terbiasa.
“Wuih.
Beneran kayak si Belle di Beauty and The Beast sih bajunya. Keren, Sayang.”
“Thank you. Kamu juga. Tapi bukan kayak
si Beast-nya kok. Tenang aja.”
“Hahaha.
Yuk, ke ballroom sekarang aja.”
“Oke,
let’s go!”
$$$
Eugene. 30 Januari 2021. Jakarta,
Indonesia. Masa Depan.
Akhirnya
gue sah menikahi Yureka, cewek yang gue taksir sekitar 3 tahun lalu dan
berhasil gue rebut hatinya sehingga bisa gue nikahin hari ini. Gue bener-bener
nggak nyangka dan kita bisa secepet ini sampe ke jenjang yang serius kayak gini.
Yaa, walaupun pasti akan ada perubahan di diri kita masing-masing, tapi gue
sama Yureka akan selalu berusaha buat tetap jadi kita pribadi apa adanya dan
juga saling menerima apa adanya.
Setelah
sukses melangsungkan akad tadi pagi sekitar jam 9, sekarang kita berdua akan
melakukan resepsi di ruangan yang sama tapi dengan jumlah tamu yang lebih
banyak. Di depan pintu gerbang ballroom,
gue udah menggandeng Yureka yang juga udah siap masuk ke dalam ruangan. Dengan
menggenggam bouquet bunga Irish
kesukaannya, kita menunggu aba-aba dari si Wedding
Organizer yang udah siap banget run
all the things in my wedding. Di belakang udah ada orang tua gue, dan di belakangnya
lagi orang tuanya Yureka. Trus, di belakangnya dan dibelakangnya lagi para Bridesmaid dan Best Men juga saudara-saudara terdekat yang juga ikut jalan di
altar menuju kursi pelaminan. Hmmm maksudnya Bridesmaid sama Best Men-nya
cuma nganter aja nggak sampe duduk di panggung pelaminan.
Dari
luar udah kedengeran host-nya udah
mulai manggil “kedua mempelai” whatever
lah itu. Trus lagu request-nya Yureka
mulai diputer. Ya, Yureka dari awal udah minta gue dan WO untuk memutarkan lagu
instrumen kesukaannya dia buat dipasang di hari resepsi pernikahan kita. Kalo
nggak salah judulnya “Erin Shore” punya The Corrs. Tapi setelah didengar emang
enak dan cocok banget dampingin newly
married couple ke panggung pelaminan. Eh tapi lagu ini dimainin langsung
yaa, bukan audio dari kaset. Jadi emang ada band pengiring khusus memainkan
lagu-lagu permintaan gue dan Yureka di wedding
day kita ini.
Setelah
diputar beberapa saat, WO-nya mempersilahkan gue sama Yureka dan semua
rombongan masuk. Semua tamu udah baris rapih dan sibuk merekam dan memotret gue
dan Yureka. Kita nggak bisa ngapa-ngapain selain melempar senyum dan
melambaikan tangan ke mereka. Ya, pokoknya give
them our best smile and waves meskipun kita nervous-nya bukan main.
Salam-salaman
sama tamu yang dateng udah, foto-foto juga, sambil dengerin band pengiring
nyanyi-nyanyi lagu romantis juga udah. Ternyata ngadain resepsi itu capek ya.
Capek karena berjam-jam berdiri sedangkan tamunya nggak abis-abis. Jadi emang
berapa tamu yang jadinya gue sama Yureka undang ke nikahan kita? Ah apapun itu
tapi nggak mengurangi rasa bahagia gue bisa mempersunting Yureka.
Sebelum
ganti ke sesi selanjutnya yang mana abis ini gue sama Yureka bakalan ganti baju
ala Korea, ada kayak semacam toast.
Tapi tenang aja, nggak pake wine,
cuma gelas yang isinya orange juice,
sesuai tema resepsinya yang ala-ala musim panas gitu. Dan disitu gue mendengar
pidato Kak Anna dan Yureka yang membuat gue jadi terharu bukan main. I know I am a man, but seriously this is my
big day, nggak ada salahnya kan kalau ikut emosional. Hahaha.
Isi
pidato Kak Anna kira-kira begini:
“Halo
semua. Selamat siang, om, tante, dan semua tamu yang datang. Nama saya Arianna,
panggil aja Anna. Saya, teman satu panitia acara Batik Day tahun 2018 di mana
acaranya dikelola sama KJRI New York. Dan waktu itu saya dan kedua mempelai
masih kuliah di Amerika. Jadi, intinya kami semua ketemu gara-gara acara ini. Saya
mau mengatakan sesuatu buat kedua pasangan yang berbahagia ini. Hmmm. Oke… Buat
pasangan Double Yu gue, Yureka dan Eugene. Kalian adalah pasangan paling
favorit di kalangan kita, di kalangan anak-anak mantan panitia Batik Day. Gue
salut sama kalian, terutama Eugene. Bahwa dia membuktikkan keprofesionalitasannya
untuk menyatakan cinta ke Yureka selepas acara Batik Day selesai. Dan setelah
jadian pun mereka tetap nggak memperlihatkan kalau mereka itu adalah pasangan
kekasih yang lagi kelepek-kelepeknya gitu lah kira-kira. Hehehe. Tapi awalnya
gue kesel sama lu, Jin, karena lu harus banget ngomong sama gue kalau lu suka
sama Yureka tanpa lu deketin dia duluan waktu itu? Like, seriously? Segitunya lu nggak ada nyali, Jin? Hahaha.
Bercanda. Tapi nggak apa-apa, karena gue tahu lu orangnya pemalu jadi
itung-itung gue jadi jembatan alias mak comblangnya lah buat kalian. Jadi,
terima kasih telah mempercayakan gue sebagai mak comblang kalian yang mana
berhasil membuat kalian ada di kursi pelaminan seperti sekarang ini. Untuk
Yureka dan Eugene, berbahagialah kalian, sampai maut memisahkan. Tos!”
Wah,
sumpah keren banget. Bener-bener nggak nyesel gue pertama kali curhat soal
Yureka ke Kak Anna. Dia bener-bener bisa diandelin bahkan sampe jadi Bridesmaid-nya Yureka juga.
Setelah
itu mendengar pidato Yureka yang juga membuat gue tambah terpana sama dia.
Yang
Yureka utarakan di pidatonya kira-kira seperti berikut:
“Bersyukur
dan berterimakasih kepada Allah swt.; dua hal yang nggak akan pernah Yureka
abaikan gitu aja. Karena bisa kenal plus deket sama Eugene bukan perkara mudah.
Hello, siapa yang nggak mau dipacarin sama orang ganteng dan pinter kayak
Eugene, ya nggak sih? Awalnya Yureka agak ragu apakah dia orang yang terbaik
buat Yureka atau bukan. Setelah banyak pria yang lalu lalang di depan Yureka,
yang berhasil jadian juga enggak, sempet membuat Yureka putus asa. Tapi ketika Yureka
ada di titik dimana Yureka menemukan harapan untuk bisa lebih deket sama Eugene,
Alhamdulillah justru keraguan itu perlahan hilang dan mindset Yureka pun berubah jadi lebih optimis. Karena Eugene tuh perfect banget. Siapa yang nggak mau
sama Oppa-Oppa Korea macam dia ya kan? Hehehe. Jadi sebelumnya memang selalu
ada kata ‘kayaknya nggak cocok deh’ di benak Yureka kala itu. Tapi dengan
bantuan Allah yang diperantarai oleh Kak Anna, semuanya jadi mungkin. So, for the one who successfully found me in
a misery, the one who know how to make me smile, the one who also successfully
make me laugh, the one who know how to share everything with me, the one who I
always love to, and the one and only, Parama Eugene Oetomo. I love you to the
Jupiter and back, I love you ‘til the end. I love you always, baby!”
Bener-bener
bikin hati gue makin luluh. Dia emang penulis yang hebat. Dari cara dia
menyampaikan pidatonya yang justru membuat gue tambah suka sama dia, karena
bener-bener dari hati, dan gue bisa ngerasain itu.
$$$
Yureka. Hotel Kempinski. 30 Januari
2021. Masa Depan.
Semua
rangkaian acara selesai. Mulai dari akad yang berlangsung dengan lancar dan
khidmat, resepsi dua sesi yang juga lancar meskipun harus kejar-kejaran waktu
buat ganti kostum Hanbook-nya, juga sesi dansa-dansa yang nggak kalah seru. Aku
bersyukur, aku bisa memiliki hari pernikahan seperti yang aku idamkan sejak
dulu. Hampir mirip dengan yang ada di film-film Hollywood bertema wedding yang sering aku tonton. Semua
terasa perfect!
Sebenarnya
semua memang perfect kalau bukan
keluarganya Eugene dan Eugene sendiri yang mewujudkan impianku tersebut. Ya,
keluarga Oetomo yang membayar hampir seluruh biaya pernikahanku dan Eugene ini.
Aku sebenarnya tidak enak karena, ya masa aku mau memeloroti keluarga mertuaku
sendiri. Meskipun awalnya sempat ada pertengkaran kecil antara aku dan Mamanya
Eugene soal keinginanku yang sangat idealis itu, tapi semuanya berjalan dengan
lancar. Sampai detik ini pun aku masih merasa tidak enak dengan Papa dan
Mamanya Eugene. Tapi aku mencoba untuk tidak terlalu memikirkannya. Sekarang
fokusku hanyalah bisa jadi pasangan yang terbaik untuk anak sulungnya yang
gantengnya tiada duanya itu. Tenang aja pokoknya yaa, Papa dan Mama, aku janji
aku nggak akan ngapa-ngapain Eugene atau ngapa-ngapain di belakang Eugene. Dan
aku juga janji akan jadi menantu yang baik buat kalian.
$$$
Selepas
acara, masih di hotel yang sama, semua keluarga ini menginap disana. Kalau
keluargaku akan menginap sampai besok, jadi besok siang akan langsung check out. Sedangkan keluarganya Eugene
terutama yang datang dari Korea Selatan, akan tetap stay sampai mereka pulang ke negara ginseng itu hingga hari Kamis
depan. Benar-benar keluarga tajir.
Aku
dan Eugene pun menuju kamar president
suite di Hotel Kempinski sebagai pasangan suami istri. Jujur, lidah ini
masih ngilu kalau mengistilahkan Eugene sebagai suamiku. Aneh atau wajar tidak
sih sebenarnya?
“Gila
ya, seharian loh kita di ballroom.
Berdiri terus, jarang duduknya. Salut deh sama yang udah pada nikah”, ucap
Eugene membuka percakapan diantara kami.
“Banget.
Tapi kan emang udah kayak gitu terms and
condition-nya, Sayang. Tapi Alhamdulillah yaa lancar banget. Like, perfectly done as our plan”,
jawabku sambil menenteng sepasang sepatu hak berwarna kuning yang aku kenakan
selama lebih dari 6 jam hari ini.
“Yaudah,
berarti itu jadi motivasi kita kalau nikah yaa emang cuma sekali. Jadi acaranya
wah tuh nggak nyesel. Hahaha”, canda Eugene sambil membuka pintu kamar kami.
“Hahaha,
bisa aja kamu. Wah, keren banget. Tunggu, nggak ada angsa-angsa romantic itu kan? As my request?”, tanyaku dengan nada agak tinggi sambil masih
menenteng sepatu hak tinggi.
“Nggak
kok. Tuh liat aja sendiri”
“Oh
iya. Nggak ada. Rapih bersih tanpa handuk angsa. Hehehe. Thank you, Sayang. You know,
I don’t like something really common as in the society”
“That’s why I am marrying you today and
forever”
“Ahhh, that’s sweet, though”
Sambil
melepas satu persatu aksesoris plus mengganti baju dari baju dress pengantinku menjadi piyama yang
berbahan lembut dan nyaman, aku masih meneruskan percakapan dengan Eugene.
Khususnya tentang rencana Eugene apakah ia akan tetap bekerja di Singapore atau
akan menetap di Jakarta.
“Well, by the way. How’s everything with your
job di Singapore, Sayang?”, tanyaku sambil melepas kedua
antingku.
“Nah
itu dia. Aku masih taken contract
sama mereka sampe Agustus ini. Tapi masih nggak tahu apakah aku akan minta
perpanjang atau mereka yang perpanjang, aku masih belum tahu pasti”, jawab
Eugene sambil melepas dasi kupu-kupunya. Duh, melepas dasi saja masih terlihat
tampan, apalagi melepas… Ehemmm. Lupakan itu.
“Aku
sih nggak masalah kamu mau kerja dimana. Apalagi sejak kamu dulunya pernah kuliah
di Hong Kong, trus pernah kerja di Jepang, trus pindah ke US, dan Singapore
juga. Aku yakin opportunity-nya lebih
banyak buat kamu dibanding aku. Jadi, aku ikut kamu aja kemanapun kamu mau
berkarir”
“Ya
itu dia. Aku orangnya gampang nyaman sama satu tempat dan semacam nggak bisa move-on sama kerjaan yang lagi aku
pegang sekarang. So, sejauh ini aku
masih nyaman di Singapore. Nggak papa kan?”
“Yeah,
it’s okay. Tapi so far aku juga mau nikmatin kerjaanku dulu disini. Nggak papa juga
kan? Yeah you know Sayang, what I am doing now is really something big
cause I have really dreamt it before. Dan aku benar-benar menikmati itu.”
“Oke.
Kesimpulannya kita akan LDR lagi dan untuk sementara waktu. Bukan begitu?”
“Ya,
semacam itu. Don’t worry,
Jakarta-Singapore kayak naik kopaja Depok-Pasar Minggu kok, Sayang. We’re seeing each other sebanyak yang
kita mau. Oke?”
“Roger that! Well, Yureka…”
“Ya,
Sayang?”
“Do you want to see something else for each
other?”
“Uhmm kinda…”
Dan
malam itu ditutup dengan tertawa kecil kami di kamar President Suite itu. Disusul dengan fenomena luar biasa yang
perdana kami lakukan berdua yang mana membuat kami bahagia sepanjang malam itu.
Ya, kalian tahu lah apa yang aku maksud.
$$$
Eugene. Pasca Resepsi. Januari 2021.
Jakarta. Masa Depan.
Setelah
resepsi, gue memulai hidup yang baru. Sekarang gue sama Yureka masih bingung
mau nentuin mau tinggal dimana. Masalahnya gue masih ada kontrak kerja di
Singapore dan Yureka juga masih kontrak kerja sampai pertengahan tahun ini di
Jakarta. Sebenernya gue udah nyuruh Yureka buat cari kerjaan yang sama
bidangnya di Singapore dan bisa ikut gue tinggal di sana. Tapi dia bilang, dia
masih pengen nikmatin pekerjaan yang selama ini dia idam-idamkan itu. Meskipun
gue udah jadi suaminya tapi gue nggak akan ngelarang dia mau berkarir atau
nggak. Kita berdua semacam udah sepakat sih, selama belum punya momongan, kita
berdua bisa explore karir
masing-masing dan yang penting dinikmati semua prosesnya.
Sementara
kita berdua masih harus fokus ke pekerjaan masing-masing, ada hal lain yang
juga harus kita lakukan. Bukan honeymoon
sih soalnya sampe sekarang gue sama Yureka masih bingung mau bulan madu kemana.
Tapi sebelum bener-bener menentukan tempat berbulan madu, gue sekeluarga plus
nggak lupa ngajak istri tercinta pergi ke kampung halaman Nyokap gue di
Incheon, Korea Selatan. Ya, jadi setelah resepsi di Jakarta, meskipun hampir
semua keluarga inti dateng ke acara kemaren, tapi rasanya kurang afdol kalo
nggak ajak Yureka kesana. Alhasil, Yureka kita ajak ke Korsel untuk dikenalin
ke anggota keluarga lainnya yang kemaren nggak sempet ikut ke Jakarta.
Untuk
memudahkan Yureka berkomunikasi dengan semua anggota keluarga gue di Korsel,
gue mempersilahkan dia buat ngajak guru privat bahasa Koreanya untuk jadi
interpreter dia selama kita di Incheon. Oh ya, kita bakalan cuma 4 malem aja
sih disana, nggak lama-lama karena masa sabbatical
gue berakhir per 12 Februari 2021 yaitu di hari Jumat, which is hari Senin tanggal 15-nya gue musti balik ngantor dan kalo
bisa sebelum tanggal itu gue musti udah balik ke Singapore.
$$$
Hari
H ke Incheon pun tiba. Perjalanan udara 7 jam nggak kerasa karena gue ketiduran
sambil dengerin lagu. Mungkin kekenyangan abis makan malam di pesawat juga.
Hahaha padahal menunya cuma kimbab sama kayak ada entrée gitu entah apa namanya gue juga nggak inget. Dan gue tidur bener-bener
pules banget. Mungkin juga karena masih kecapekan ngurusin wedding kemaren. Sedangkan Yureka, hmm gue juga kurang tahu, ya kan
gue tidur jadi nggak tahu juga dia di pesawat ngapain aja. Tapi setelah sampe
di bandara Incheon International Airport, gue sempet tanya sih dia tidur apa
nggak di pesawat, dia bilang dia cuma tidur beberapa jam di pesawat.
Selain
emang dia nggak mau menyia-nyiakan fasilitas hiburan di dalam pesawat lewat
monitor di kursi penumpang, dia juga bilang kalo dia nervous banget. Katanya dia agak khawatir apakah dia bakal diterima
atau nggak sama keluarga besar Nyokap gue. Gue pun menenangkan Yureka sebisa
yang gue mampu. Meskipun jujur gue juga degdegan sih karena ini pertama kalinya
ke Korea lagi setelah beberapa tahun nggak kesini dan sekalinya kesini gue udah
beristri. Hahaha.
“Udah
kamu tenang aja. Apa sih yang kamu khawatirin? Kan pas wedding kemaren juga Kakek-Nenek, Om-Tante, Sepupu-sepupu aku pada
disana semua. Kamu udah kenal juga kan beberapa dari mereka. Jadi, buat apa
kamu cemas?”
“Ya
tapi, bahasa Korea ku nggak bagus-bagus amat, Sayang. Dan kita bakalan ketemu
semua anggota keluarga kamu. Semuanya. Pasti semua kumpul”
“Udah
tenang aja. Kan ada Kak Tasya yang bakalan bantuin kamu nerjemahin semuanya. Everything will be okay, Sayang. Don’t worry”.
“Oke.
Gamshahabnida, Oppa”
“Jin,
si Tasya nunggu dimana?”, suara Bokap gue manggil gue dari kejauhan.
“Hmm
bentar, Pah. Barusan sih liat Line-nya,
katanya nunggu di …. Bentar… oh, di Paris Baguette, di deket 3F”
“Terminal
2?” tanya Nyokap juga kepo.
“Iyaa
Terminal 2, Mah”
“Yaudah
yuk, ketemu dia dulu. Kasian juga dia udah nunggu dari 2 jam lalu loh? Genji, Ppalli! Jagi gabang gajyeool su issji, geuleohji?”, jawab nyokap sambil
manggil adek gue yang keasyikan liat koper-koper jalan sendiri di baggage claim.
“Ye, Eomma”
“Yujina, Yuleka gwaenchanh-a?” tanya
nyokap pas liat keadaan Yureka yang lagi gigitin kukunya. Btw, Yureka nggak
pernah gigitin kuku loh. Tumben amat. Hmm mungkin emang dia super duper
deg-degan kala itu.
“Heum, geunyeoneun jogeum ginjangdoeda.”,
jawabku mengaku ke Nyokap tentang yang dialami Yureka.
“Itu
yang dialami Papamu waktu pertama kali kemari. Udah yuk”, ucap Nyokap dengan
nada rada senewen.
Hmm,
raut muka Nyokap gue entah kenapa kala itu agak pesimis. Gue nggak ngerti persis
apa yang sebenarnya dibilang Nyokap gue barusan. Nyokap juga kayaknya nggak
pernah bilang soal pertama kali Bokap gue ke Korea. Atau udah pernah yaa tapi
gue lupa. Mungkin gue akan tanya langsung ke Bokap dan minta saran dia buat
nenangin Yureka yang lagi nervous itu.
Setelah
ketemu Kak Tasya yang udah nunggu 2 jam karena emang beda penerbangan dan udah landing duluan jam 7.30 tadi, kita semua
langsung ke pick-up area, karena
katanya udah pesen mobil buat nampung kita berenam dan menuju ke rumah
Nenek-Kakek yang jadi meeting point-nya
nanti.
Dari
bandara Incheon ke rumah Nenek-Kakek gue nggak begitu jauh sih, cuma sekitar
15-20 menit naik mobil. Banyak sih temen-temen gue ngiranya Nyokap gue kampung
halamannya di Seoul, ya tipikal ibukota lah. Tapi sebenernya emang keluarga
besar Nyokap tinggal di Incheon dari dulu, jadi enaknya kalo tiap kita sekeluarga
pulang kampung ke Korsel, kita nggak perlu makan waktu lama buat ke bandaranya,
karena emang ada di kota yang sama dengan bandaranya. Yaa karena emang bandara
utamanya Seoul letaknya di Incheon, letak persis maksudnya, jadi bukan di
Seoul-nya. Yaa, kayak Jakarta lah, bandara Soekarno-Hatta bukan di Jakarta tapi
di Cengkareng. Semacam itu.
Selama
perjalanan, Yureka duduk di kursi tengah sama Mama dan Kak Tasya. Papa di depan
sama supir, sedangkan gue sama Genji di belakang. Selama perjalanan itu juga,
Yureka banyak latihan sama Kak Tasya, kira-kira kalimat apa aja yang bakalan
dipake saat kumpul keluarga nanti. Kak Tasya juga ngasih informasi seputar
kebudayaan yang dia tahu karena kebetulan dia pernah exchange di Korea beberapa tahun lalu, jadi dia lumayan paham
beberapa konteks kebudayaan Korea. Plus ada tambahan informasi dari Nyokap
sebagai sudut pandang orang Korea Asli.
Sampai
di rumah Harabeoji (Kakek) dan Phopho (Nenek) di daerah Nam-gu,
Incheon, kami disambut baik oleh semua anggota keluarga. Sepupu-sepupu juga
lengkap, begitu juga dengan adik-kakak Mama yang juga semuanya kumpul disitu.
Di
ruang keluarga rumah Kakek gue yang lumayan cukup untuk menampung sebegitu
banyaknya orang, ternyata acara perkenalan Yureka terbilang cukup formal. Harabeoji segala ada acara giving speech gitu. Asli, formal banget.
Gimana nggak bikin gue jadi deg-degan coba?
Ketika
giliran Yureka memperkenalkan diri dan dia juga disuruh bercerita sedikit
tentang pengalaman pertamanya ke Korea. Dibantu Kak Tasya sebagai penerjemahnya,
ternyata kemampuan Yureka soal berbicara bahasa Korea nggak seburuk yang dia
akui sebelumnya. Mungkin dia kebawa nervous
dan nggak pede jadi itu yang membuat dia pesimis kalau bahasa Koreanya bakalan
ancur banget. Tapi so far so good
kok. Bangga banget punya pasangan kayak dia.
Karena
masih musim dingin, jadi kita cuma ngadain acara makan-makan di dalem rumah.
Waktu makan siang masih biasa aja, semua masih berjalan dengan baik. Dan Yureka
mulai nggak nyaman waktu makan malem dan setelah makan malem. Ya, mungkin
karena semuanya minum soju, termasuk gue dan keluarga gue walaupun harusnya
emang nggak boleh sih, tapi demi menghormati budaya nenek moyang gue, gue
terpaksa minum satu botol. Begitu juga dengan Kak Tasya. Tapi Yureka nggak mau
sama sekali. Ya, gue pasti nggak mempermasalahkan soal itu, itu haknya dia mau
ikut minum atau nggak. Tapi ternyata ini yang jadi masalah buat sebagian besar
sepupu-sepupu gue.
Dari
kejauhan gue cuma liat dia ngobrol sama Eunha Nuna dan Kak Tasya. Tapi nggak lama
Yureka cuma nundukin kepalanya dan pura-pura liat hape gitu. Kayak ada yang
salah sama dia. Tapi apa dong?
Nggak
berapa lama dia nyamperin gue dan ijin tidur duluan.
“Sayang,
aku tidur duluan, ya?”
“Loh
kok? Kan belom selesai acara makan-makannya, Sayang”
“Nggak
papa. Bilang aja aku capek banget”
“Are you okay?
“I am fine. Just tired. Jet lag”
“Yaudah
aku ijinin kamu ke mereka. Tapi bilang selamat malam dan mimpi indah, gitu.
Oke?”
“Yulekaneun iljjig jamjalie deulgileul
wonhabnida. Neomu pigonhae.”
“Ottoke… Yeah it’s okay you can go sleep now”, jawab adik Mama yang paling
kecil. Kebetulan suaminya orang Amerika jadi bahasa Inggrisnya udah pasti oke.
“Jalja yeo…”, singkat Yureka mengucapkan
selamat malam ke semua anggota keluarga gue.
Lalu
Yureka pergi ke kamar dan gue masih di ruang keluarga bersama keluarga gue yang
lain sambil masih ngobrol-ngobrol dan lain sebagainya.
Dalam
sebuah percakapan, salah satu sepupu gue yang namanya Dongguk, nanya ke gue
kenapa istri gue nggak ikut minum. Dan salah satu istrinya sepupu gue ikutan
nimbrung. Kira-kira percakapannya kayak gini:
Dongguk
: Kenapa istri lu nggak ikutan
minum tadi?
Gue : Dia nggak terbiasa. Dan dia
emang nggak suka bau alkohol.
Dongguk : Oh mungkin di Indonesia emang nggak
terbiasa ya? Gapapa kalau gitu.
Jihoon : Yujin, kenapa kamu bisa pilih
dia jadi istri kamu?
Gue : Dia hatinya baik. Berbakat.
Profesional dalam bekerja.
Jihoon : Apa dia nggak pernah kena make-up?
Gue : Maksudnya?
Jihoon : Ya, penerjemahnya bahkan lebih
pinter dandan daripada istri kamu. Dia juga kayaknya nggak ngikutin trend
banget ya?
Kayaknya
gue tahu kenapa istri gue tiba-tiba minta ijin tidur duluan…
Lanjut Episode 2 --> Double Yu S3E2
Comments
Post a Comment