DOUBLE YU SEASON 2 - Episode 3 : "Burrito dari Meksiko"

(Courtesy of Pinterest)

Yureka. Natal 2018 dan Tahun Baru 2019. New York. Masa depan.
Waktu begitu cepat berlalu. Tiba-tiba sudah musim dingin. Ya, sudah dimulai sejak bulan November, tapi salju mulai turun ke kota New York. Favoritku! Meski dingin, harus siap siaga untuk menyalakan penghangat ruangan tiap sore tiba dan siap siaga pula mematikannya dikala pagi hari terkhusus ketika akan meninggalkan apartemen, tapi indahnya salju tidak ada duanya. Tidak hanya salju yang menjadi latar belakangnya, tetapi juga ada banyak hal yang terjadi dalam hidupku belakangan ini. Akan aku ceritakan setelah ini. Aku akan berusaha pula untuk membeberkannya satu persatu, kalau aku tidak lelah untuk mengingatnya.
Jadi, setelah Salima, si gadis Libya dengan ribuan peraturan namun baik hati itu pindah ke Boston, ada banyak cerita yang terjadi. Salah satunya adalah kedatangan Dominico, adik kandung Cassandra yang tinggal di Meksiko yang sedang berlibur selama satu bulan di New York. Sudah kaya atau bagaimana yaa? Liburan kok satu bulan? Ya, terserah, asal uang untuk berliburnya bukan dari hasil korupsi. Itu yang terpenting.
Pokoknya, selama satu bulan, sekitar pertengahan Desember 2018 hingga akhir Januari 2019, Dominico Rodriguez datang dan berlibur di New York, dan juga menginap di apartemen ku dan Cassandra selama satu bulan penuh itu juga. Hitung-hitung menggantikan Salima dan menunggu sampai roommate lainnya datang, lebih tepatnya pada awal Februari mendatang.
Beberapa hari sebelum Dominico datang, Cassandra sudah meminta bantuanku untuk menjemput Dominico di bandara sekaligus menjadi tourguide-nya selama tiga hari pertama kedatangannya di New York. Cassandra memberikan imbalan dengan memberikan ku uang 200 dollar untuk modal naik taksi, plus stok makanan seperti roti, susu, telur, dan keju selama satu bulan penuh. Ya, padahal aku sangat ikhlas membantunya untuk menjadi tourguide adiknya selama ia di New York. Toh, sekalian aku bisa jalan-jalan menyusuri kota New York yang mungkin aku belum pernah kesana sebelumnya.
Awalnya aku meminta Eugene menemaniku menjemput Dominico ketika dia mendarat di bandara di pertengahan Desember tersebut, namun aku baru ingat kalau ia sudah janji dengan teman-teman kampusnya untuk bermain basket di sebuah lapangan dekat dormitorinya. Aku juga menawarkan pada Eugene apakah ia mau menemaniku juga mengantar Dominico jalan-jalan keliling kota, jawabannya juga tidak. Saat itu kalau tidak hanya harus mengurus Mapping Day-nya yang akan dilaksanakan selama 10 hari mulai dari tanggal 7-16 Januari mendatang, namun juga mulai sibuk menyiapkan thesisnya yang sebenarnya tenggat waktunya sudah hampir mendekati akhir. Bicara soal tesis, rencananya ke Nebraska bukan hanya untuk tugas Mapping Day saja, namun juga sebenarnya ada kaitannya dengan tesisnya yang akan disidangkan akhir Maret mendatang. Maka dari itu, ketika aku tahu semua kesibukannya memang bukan ilusi semata, jadi sebagai pacar yang baik, aku harus memakluminya dan hanya bisa mendukung yang terbaik untuk Eugene.
Meskipun Eugene tengah disibukkan dengan urusan perkuliahannya, kami tetap saling berkomunikasi. Ya, meskipun kadang kesal juga kalau ia cukup lama membalasnya, atau tidak mengangkat telponku saat aku sedang membutuhkannya. Tapi, ya kembali lagi, aku hanya bisa memakluminya dan tidak mencoba menjadi kekanak-kanakan dikarenakan hal tersebut.
Tapi untungnya ada Dominico. Maksudku, aku membiarkan Eugene menyelesaikan apa yang harus diselesaikan, sementara aku juga sibuk menjadi tourguide-nya Dominico. Selama beberapa hari, sesaat setelah Dominico mendarat dengan selamat di bandara John F. Kennedy, aku menemani remaja berusia 18 tahun ini untuk melakukan banyak hal di tempat-tempat kece di kota New York, seperti jalan-jalan plus main salju di Central Park; melihat pohon Natal yang super duper besar di Rockefeller Center; melihat salah satu gedung paling tinggi di New York, Empire State Building, foto-foto di Brooklyn Bridge, mengunjungi National September 11 Memorial and Museum dan Museum of Modern Art, makan-makanan Asia di China Town, main-main ke Theater District sekaligus memperkenalkan tempat praktekku juga kampusku Tisch School of Art by New York University, dan tidak ketinggalan Times Square.
Tidak hanya mengajaknya jalan-jalan, saat malam Natal juga kami menghabiskan waktu bersama di apartemen. Eugene dan tunangan Cassandra, José juga datang. Kami masak makanan dari negara kami masing-masing. Aku dan Eugene memasak Nasi Goreng yang entah mengapa menjadi kesukaan Cassandra kalau kami masak makanan itu bersama. Kami juga membuat Kolak Pisang yang selain sebagai hidangan penutup juga sebagai makanan penghangat dari udara dinginnya New York kala itu.
Kalau José, lain lagi. Berhubung ia adalah anak campuran Amerika-Meksiko-Honduras, maka ia memilih menjadi representatif dari Honduras, negara asal Ayahnya dan juga negara tempat ia tinggal saat ia berusia 5 hingga 8 tahun. José menyajikan makanan khas dari Honduras bernama “Olla Soup”. Jujur, aku tidak tahu sama sekali dengan negara itu, kecuali David Archuleta yang menjadi salah satu penyanyi Amerika favoritku sejak lama yang juga berdarah campuran Honduras. Hmm, mungkin aku terlalu banyak mendengarkan lagu-lagunya, sehingga aku jadi ada kesempatan untuk menyicipi salah satu makanan khas dari Honduras. Lucu, ya?
Lain lagi dengan Duo Meksiko, Cassandra dan Dominico Rodriguez, mereka menghidangkan tiga menu sekaligus, yakni Guacamole, Tinga de Pollo, dan Burrito. Wah, makanan Meksiko favoritku ternyata juga ada! Tapi kata Cassandra, sebenarnya Burrito bukan makanan otentik dari Meksiko, melainkan lebih kepada campuran dan atau sudah diadopsi oleh budaya Amerika yang mana dibuat oleh orang-orang Texas. Hmm, yaa seperti layaknya Fajitas yang juga campuran antara Meksiko dan Amerika Serikat. Cassandra membuatnya karena ia lebih mahir membuat Burrito dibandingkan temannya, Taco, yang sebenarnya isiannya hampir mirip satu sama lain. Ya, pokoknya ia bilang tidak harus otentik dari Meksiko, karena ia sejujurnya juga lebih suka Burrito dibanding Taco. Mungkin karena sudah terlalu lama tinggal di Amerika, jadi lidahnya juga agaknya sedikit berubah. Ya, apapun itu, aku tetap bersyukur Cassandra mau membuatkan semua makanan itu untuk kami.
Malam Natal berjalan dengan penuh ketenangan dan kedamaian. Ya, seperti yang pernah kalian liat di film-film, minum coklat bersama, ngobrol-ngobrol, atau menonton film yang dilatarbelakangi oleh salju diluar dan pohon Natal di dalam rumah. Yang ada di film itu memang benar adanya, kecuali menyalakan perapian dan pohon Natal di ruang keluarga, ya karena kami hanya tinggal di apartemen berbagi, tidak ada ruang keluarga yang asli apalagi tempat perapian. Tapi menghabiskan malam tersebut dengan orang-orang tercinta buatku sudah lebih dari cukup. Ya, meskipun aku dan Eugene tidak benar-benar merayakannya, tapi bagi kami, anggap saja itu waktu yang tepat untuk kumpul bersama. Ah, rasanya kalau diingat-ingat, momen itu seperti sedang bersama keluarga. Aku tidak akan pernah melupakan hal itu sampai kapanpun.
Meskipun aku tidak punya libur Natal dan Tahun Baru yang ‘official’, dikarenakan aku harus tetap mengerjakan karya tulisan sebagai syarat kelulusan S2 ku ini, tapi aku tetap menikmatinya dengan berjalan-jalan dengan Dominico. Ya, sayangnya Eugene masih tidak bisa diajak jalan-jalan karena kalau ia menunda mengerjakan tesisnya, maka semuanya akan terbengkalai dan tidak akan selesai tepat waktu. Jadi, aku biarkan saja ia fokus dengan tesisnya.
Tapi aku agaknya sanksi melakukan semua itu dengan Dominico. Maksudnya, intensitas bertemunya diriku dengan Dominico lebih sering dibandingkan dengan Eugene, dan itulah yang memunculkan sesuatu setelahnya. Ya, sesuatu itu tidak lain tidak bukan adalah sebuah masalah.
Eugene yang awalnya sangat mempercayakan padaku kalau tidak akan terjadi apa-apa diantara aku dan Dominico, pada akhirnya ia yang cemburu buta dengan Dominico. Padahal aku yang sudah bilang kepadanya kalau harusnya ia ikut sesekali denganku dan Dominico agar aku juga tidak terlalu merasa bersalah. Akupun serba salah dibuatnya, aku sudah punya pacar, tapi aku harus menemani anak remaja ingusan seperti Dominico yang tidak tahu apa-apa tentang New York dan seisinya, meskipun aku juga tidak tahu banyak. Tiap sudut kota New York terlalu besar untuk diingat hanya dalam kedipan mata saja. Percayalah. Intinya pacarku tidak mau diajak jalan-jalan dengan alasan urusan perkuliahan yang tidak bisa ditunda. Lalu ketika pacarku cembur karena anak ingusan itu, lalu siapa yang salah?
Hingga suatu hari aku benar-benar kesal dengan Eugene dan aku tidak mau membalas Whatsappnya untuk sementara waktu. Dan yang aku lihat, hal ini yang dimanfaatkan Dominico. Bukan aku sok tahu, atau sok terbawa perasaan, tapi sepertinya memang sesaat setelah aku menjemputnya di bandara waktu itu, Dominico sepertinya ada rasa denganku. Bukan aku sok kepedean, tapi awalnya aku dan Dominico biasa saja, kami ngobrol seperti layaknya teman. Tapi semua berubah setelah perayaan Natal. Ia jadi gugup kalau berbicara denganku. Ia mengedipkan mata lebih banyak dari biasanya.
Tapi jangan salah, aku tidak sama sekali berniat selingkuh dari Eugene. Aku hanya ingin mempergunakan waktuku sendiri dengan baik. Aku pun sudah membiarkan Eugene mempergunakan waktu sendirinya dengan baik. Tapi yang tadi ku bilang, Dominico memanfaatkan dengan hal itu menjadi sebuah kesempatan emas. Seperti, Dominico jadi sering mengirim pesan Whatsapp kalau aku sedang ke kampus. Contohnya seperti menanyakan keadaan ku di kampus (kalau aku ke kampus), memberikan semangat, dan masih banyak lagi. Oh, atau saat kami berbincang-bincang seputar latar belakang keluarganya Cassandra dan Dominico yang sebenarnya. Kira-kira percakapannya sebagai berikut :
Yureka            : “Wait… wait… So, you guys are the descent from Spanish, French, Russian, Italian and Mexican
Cassandra        : “You got it!
Yureka            : “Wow. I never heard that one family has a lot of ancestors like that before. It sounds so complicated.
Dominico        : “Don’t be confused, please” (tertawa kecil). (ternyata kalau tertawa manis juga).
Yureka            : “Hey, wait. That’s why. I was wondering why Dominico has fair skin, not like you, Cassey. I’m sorry, no offense, but I was just wondering about that. And that’s maybe because of the multi-races ancestors that you’ve told to me before
Dominico        : “Yap. As you can see, I am different with my own sister. Or maybe I am not her brother
Cassandra        : “No, you are my brother
(semua tertawa)
Yureka            : “So, it means that you are all…. Mix?
Dominico        : “Yeap. I would say yes. But, I mean, when I am marrying the one like you, Asian girl, and having kids, my kids must be more mix. If you know what I mean
(Jujur saat Dominico mengatakan ini, aku tiba-tiba gugup dan lidahku bergetar tapi tidak bisa digerakkan. Aku berusaha agar tidak terlalu terbawa perasaan, tapi sialnya aku mulai terbawa perasaan. Yureka, stop! Kau ini sudah punya kekasih!)
Dominico        : “By the way, do you have also ancestors from another part of the world?
Yureka            : “Nope. I am 100% Indonesian. I mean, I don’t know, maybe I do have, but so far, no clues.
Cassandra      : “But Eugene has, right? So, when you guys got married and having children, your kids must be mixed
Yureka            : “Yeah, you’re right. Wow, Cassey, I never realized that one, actually
Dominico        : “What is his ancestor?
Yureka         : “His mother is actually from South Korea, but his grandparents are also mix. His grandfather is Korean, and his grandmother is Chinese. Like really Chinese, not Hongkong, or Macau, even Taiwan. So, yeah. And his father is Indonesian. So, he is 50% Indonesian, 25% Korean, and the rest is Chinese.
            Jujur, percakapan itu sangat menyenangkan. Tapi jujur juga, aku jadi agak merasakan aneh saat Dominico berkata demikian, “Jika aku menikah dengan orang sepertimu dan memiliki anak, maka anak-anak itulah yang disebut anak-anak campuran”. Astaga, Tuhan, kenapa orang seperti diriku sangat gampang sekali terbawa perasaan? Yureka, ingat Eugene, Yureka. Ingat itu!
Aku pun mencoba tenang dan seolah tidak terjadi apa-apa. Tapi aku menjadi takut jikalau sesuatu terjadi padaku dan Dominico. Bukan sesuatu yang sangat buruk, tapi hanya sesuatu yang bisa mengancam kelangsungan hubunganku dengan Eugene. Jadi, suatu hari, saat Dominico tahu kalau Eugene berangkat ke Lincoln, Nebraska untuk 10 hari, ia mengajakku ke bioskop dan menonton film bersama. Oh ya, ngomong-ngomong, aku sudah baikan dengan Eugene saat malam tahun baru. Dengan kalimat-kalimat yang seperti di film-film seperti “I know I was stupid to do that to you, Honey, but, I’m promised to you to not be jealous to anyone again. Because I trust you”. Hmm, sok romantis, tapi memang romantis sih, bagaimana dong? Lalu aku dan Eugene menghabiskan malam pergantian tahun bersama dan sudah tentunya melihat “Ball Drop” di Times Square. Tapi setelah itu ada hal yang tidak disangka. Disanalah adegan seperti di film-film juga terjadi, Eugene mencium ku! Oh Tuhan, ampuni kami atas apa yang kami lakukan! Tapi bagaimana lagi, jujur, aku sangat senang dengan momen itu. Aku tidak akan melupakannya.
Kembali soal ajakan Dominico ke bioskop, ya karena aku tahu itu hanya ajakan normal seseorang, jadi aku iyakan tawarannya tersebut. Akhirnya kami memilih untuk menonton “Mary Poppins Returns”. Semua berjalan dengan normal. Tidak ada yang aneh. Tidak ada yang janggal. Sampai hal yang tidak terduga pun terjadi. Tidak hanya Eugene yang mencium bibirku, Dominico juga! Apa-apaan ini! Oh Tuhan, apa yang terjadi pada hidupku?!
Hal itu memang tidak langsung diketahui oleh Eugene, tapi bodohnya Dominico yang memberitahukan kejadian itu kepada Eugene langsung! Oh bodohnya anak itu!
Tepat sehari setelah Eugene kembali dari Nebraska, Dominico menghampiri Eugene ke kampusnya. Astaga, aku tidak bisa membayangkan, Columbia University kedapatan fenomena tidak mengenakkan yang dibuat oleh dua manusia tampan itu. Ya, ya, aku akui Dominico sangat tampan. Jangan salahkan aku, aku hanya manusia biasa yang juga bisa menilai seseorang secara subjektif. Apapun itu, lupakan. Intinya, saat itu aku juga berada ditengah-tengah mereka. Entah aku menjadi saksi, korban, atau justru tersangka dalam kasus ini.
Tapi yang aku tahu, raut wajah Eugene berubah drastis. Ia yang masih disibukkan dengan tesisnya, terlebih masih kelelahan dari Mapping Day-nya 10 hari kemarin, pastinya dipenuhi amarah yang tiada duanya. Aku pun saat itu hanya terdiam, membeku, kaku, dan apalah yang membuatku tidak bisa berkata apa-apa.
I am sorry, dude. I didn’t mean to do that. I really apologize. Listen, I need to do this because tomorrow I should go back to Mexico and I don’t want to have something left behind especially with you. So, I told the truth. Would you mind to forgive me? Please”, ungkap Dominico yang saat itu benar-benar sangat menyesalinya.
Eugene terdiam namun membalas “Son, let me tell you this. Next time, if you wanna fuck a girl, please make sure that she doesn’t have any man unless her father and brother. Then you can do whatever you do…
Dominico hanya terdiam.
Tapi Eugene melanjutkan ini, “Don’t worry, I forgive you. But, let me give this for you…
Dominico yang tadinya tertunduk kepalanya kemudian menengadah sambil bertanya “What’s…
Belum selesai dengan kata-katanya, Eugene tidak segan-segan melemparkan bogem mentah ke arah wajah Dominico dan alhasil hidung Dominico mengeluarkan darah. Ya, tidak banyak, tapi kalau dibandingkan mimisan sih sama kuantitasnya. Oh, tidak, itu memang benar-benar berdarah!
And don’t call me dude, again. Forever! Good afternoon!”. Eugene mengakhiri percakapan dengan bogem mentah itu lalu pergi.
Aku mencoba membantu Dominico dan memastikan apakah hidungnya benar-benar parah atau tidak. Belum selesai aku niat baikku menolong Dominico, Eugene lanjut mengatakan “Ayo, Yang, kamu mau ikut aku atau si kampret ini?”
“Sayang, kamu bikin dia berdarah, ya emang nggak boleh aku bantuin dia dulu. Kamu gimana sih?”
“Ah! Terserah!”
Eugene pergi. Aku masih bersama Dominico. Aku bahkan yang membantunya untuk menghentikan darahnya. Untung saat SMP dulu, aku sempat menjadi anggota PMR, jadi tahu sedikit tentang bagaimana mengatasi mimisan. Ya, ini memang bukan mimisan tapi yaa anggap saja penanganannya sama.
Di apartemen, aku menceritakan semuanya kepada Cassandra. Aku pikir Cassandra akan memarahiku dan atau adik kesayangannya. Tapi ia sangat objektif. Ia sabar, dan memberi nasehat terbaik untuk adiknya. Mereka sempat berbicara dengan bahasa Spanyol yang aku tidak tahu sama sekali kecuali unos, dos, dan tres yang kupelajari dari Dora The Explorer sewaktu aku SD dulu. Tapi sepertinya nasehat itu sangat mendalam. Tapi setelahnya Cassandra dan Dominico saling berpelukan. Cassandra juga meminta Dominico untuk meminta maaf kepadaku. Sambil memelukku, Dominico dengan menyesal meminta maaf, dan dengan berbesar hati, aku memaafkannya dan berpesan kepadanya agar ia tidak lagi mengulangi hal yang sama kepadaku ataupun kepada perempuan lainnya. Semoga ia benar-benar mengambil pelajaran dari kejadian itu.
Tanggal 18 Januari 2019, Dominico harus kembali ke Mexico City. Selain memang sudah satu bulan ia habiskan liburannya di New York, ia juga harus mengurus pendaftaran universitas yang akan dimulai musim semi nanti. Lagipula ia juga sudah booking tiket untuk pulang, yaa mau tidak mau yaa ia harus pulang. Bagaimana ini?
Tapi di bandara JFK, saat aku dan Cassandra mengantarnya, kamu semua baik-baik saja. kami sempat saling melempar candaan selama perjalanan dari apartemen menuju bandara. Aku harap kami benar-benar sudah melupakaan kejadian tidak menyenangkan itu.
Salam perpisahan ditujukan kepada Dominico yang tidak terasa satu bulan kami habiskan waktu bersama. Tidak hanya jalan-jalan keliling kota New York, tapi juga menonton Netflix bersama, makan bersama, belajar bahasa Spanyol darinya, bahkan kami sempat bersih-bersih rumah bersama karena ia sempat mengadakan pesta dadakan dengan meninggalkan puluhan kaleng dan botol bir di apartemen, itu yang akan aku rindukan dari Dominico. Apalagi dengan kepolosannya. Ya, seperti layaknya anak usia 18 tahun. Semoga akan ada banyak pengalaman yang ia dapatkan di masa yang akan datang. Aku juga berharap bisa bertemu ia lagi suatu hari. Tetap sebagai teman, atau kakak dadakan untuknya. Tapi mungkin juga karena aku tidak punya adik, jadi aku memang merasa satu bulan ini Dominico sudah kuanggap sebagai adikku sendiri.
Thank you for everything, Yureka.
Never mind. It’s been my pleasure. Well, I hope to see you again in Mexico. With your sister’s money cause I have none for the flight
Excuse me
Kami semua tertawa.
Dominico pun berpamitan dengan kakaknya. Ya, mereka lagi-lagi menggunakan bahasa Spanyol. Aku sama sekali tidak mengerti. Sesi pelajaran yang diberikan Dominico waktu itu sama sekali tidak membantu.
Tapi entah mengapa aku senang dua kakak beradik ini telah menghabiskan waktu bersama dengan cukup di kota terbesar di dunia ini. Aku bisa membayangkan betapa sulitnya menahan rindu dengan saudara kandung sendiri yang hampir tidak pernah bertemu tiap tahunnya kecuali saat Natal atau libur musim panas saja.
Dominico pun sudah masuk ke boarding gate. Semoga ia selamat sampai di Mexico City.
Aku dan Cassandra pun harus kembali ke tanah Manhattan. Tapi sebelum kami benar-benar kembali ke apartemen, kami menyempatkan untuk berjalan-jalan sesaat di daerah Times Square dan juga mampir ke Bloomingdale’s. Ada yang harus dibeli kata Cassandra. Dan memang berhujung belanja disitu. Hmm, aku tidak terlalu suka masuk ke toko sebenarnya, tapi aku sangat jarang menghabiskan waktu berdua dengan roommate kesayanganku ini, jadi tidak ada salahnya menemaninya belanja, toh tidak ada ruginya juga.
Aku membiarkan Cassey memilih-milih dan berkeliling di Bloomingdale’s sepuasnya, sementara aku juga sambil melihat-lihat isi toko tersebut. Jujur, aku belum pernah masuk ke Bloomingdale’s, yang kata orang lumayan prestisius di New York.
Saat sedang melihat-lihat di area aksesoris, aku melihat sepasang laki-laki dan perempuan. Aku rasa mereka warga lokal. Bukan apa-apa, yang membuatku menghentikan langkahku lebih jauh lagi di toko itu, aku melihat yang laki-laki berwajah oriental, sedangkan yang perempuan berperawakan asia tenggara, semacam Thailand atau bahkan Malaysia. Ya, aku tentunya teringat dengan Eugene. Sejak kemarin, aku belum menghubunginya lagi. Aku takut untuk memulai percakapan setelah kejadian dengan Dominico, terlebih kejadian berdarah, hidung berdarah kemarin.
Aku tahu aku rindu, tapi sepertinya memang lebih baik tidak bicara dulu. Aku memberikan ruang dan waktu untuk menjernihkan pikiran masing-masing. Aku juga tahu Eugene pasti masih sibuk dengan urusan tesisnya. Jadi, lebih baik benar-benar tidak berkomunikasi dulu. Minimal sampai besok.
Malamnya, di kamar, aku sedang menyicil karya tulisan scenario film sebagai tugas akhirku untuk mendapatkan gelar MFA dari kampus. Tapi aku sering kali pikiranku terdistraksi dengan bayang-bayang Eugene.
“Ya Allah, aku kangen dia…”
Ku raih smartphone ku, lalu berniat membuka Whatsapp, dan berusaha mengetik sesuatu ke chatroom Eugene. Tapi ku tahan. Sesekali aku melihat keluar jendela. Diluar masih dingin, salju juga masih ada menutupi jalanan kota New York.
Aku mengetik “Hello georgous, are you free tomorrow? Let’s meet! I miss you”.
Belum sempat aku menekan tanda amplop terkirim di layar, aku melihat ke arah atas layar dan disitu ada keterangan “typing…”. Berarti Eugene juga sedang mengetik sesuatu dan akan mengatakan sesuatu kepadaku.
Oh My God, apa yang akan ia katakan padaku?
Apakah Eugene akan mengajakku bertemu karena kami sama-sama sudah menahan rindu?
Atau justru sebaliknya?
Apakah ia akan memintaku untuk putus?

- BERSAMBUNG -


Lanjut Episode 4 --> Double Yu S2E4

Comments

Popular posts from this blog

Kumpulan Cerita Bersambung : DOUBLE YU - SEASON 1 (karya Yulia Sutjahjono)

"Langkah-Langkah Menjadi Volunteer (Relawan)" Part 2

Langkah-Langkah Menjadi Volunteer (Relawan) Part 1